Lihat ke Halaman Asli

arif ardliyanto

jurnalis, pengajar, entrepreneurship

"Atraksi" Garsindo Pertahankan Garam Lokal Menuju Jalur Ekspor

Diperbarui: 20 Oktober 2019   20:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Direktur Utama PT Garsindo Anugerah Utama, Yohannes Sugiarto bersama Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Indrasari Wisnu Wardhana 

Persaingan pengelolaan garam di Indonesia berjalan sangat ketat. Kabarnya, ada perusahaan yang menguasai peredaran garam tetapi mereka bermain pada penjualan garam hasil impor.

Wajar perusahaan-perusahaan garam ini 'kesengsem' garam impor. Banyak alasan, pengelolaan lebih mudah, praktis, dan memiliki keuntungan lebih besar dibandingkan mengelola garam lokal. Bayangkan, untuk mengelola garam hasil impor tidak butuh biaya besar. Garam datang sudah siap di packing, karena kualitasnya sudah sangat bagus.

Diperkirakan, garam impor menuju packing hanya mengalami nilai kesusutan sebesar 5 persen. Secara matematika, keuntungan yang dimiliki perusahaan yang mengimpor garam lebih besar. Fakta inilah yang membuat perusahaan-perusahaan garam berebut impor dengan 'menghalalkan' segala cara. Yang ada diotaknya adalah bagaimana mendapat impor garam besar?

Namun, perusahaan-perusahaan tersebut akan sangat enggan jika ditawari atau dipaksa untuk memproduksi garam lokal. Alasannya masuk akal, nilai produksi garam lokal atau biasa disebut garam rakyat sangat tinggi. Diperkirakan, jumlah susutnya garam dari petani sampai packing bisa mencapai 35 hingga 40 persen. Bagi orang bisnis, nilai tersebut sangat besar karena keuntungan yang diperoleh sangat sedikit.

Kondisi tersebutlah yang membuat pengusaha garam 'menjauhi' garam lokal. Tak banyak yang mau merawat, mengedukasi, dan menampung garam-garam dari hasil keringat masyarakat sendiri. Perusahaan yang cinta hasil keringat petani garam bisa dihitung jari, salah satunya PT Garsindo Anugerah Sejahtera (GAS).

Perusahaan asal Jawa Timur ini benar-benar nekat. Untuk menentukan dan menetapkan hati sebagai perusahaan yang memiliki komitmen tinggi terhadap garam lokal, proses panjang telah dilalui. Cobaan dan tekanan datang silih berganti, karena Garsindo tergolong perusahaan baru yang bermain di area pegaraman nasional.

Garsindo dulu memang sangat berharap terhadap garam impor. Bahkan, perusahaan ini rela untuk meng-sub garam impor kepada perusahaan-perusahaan yang sudah mapan mendapatkan impor. Namun harapan hanya tinggal harapan, keinginan untuk memperoleh impor hanya kenangan. Padahal, perjuangan untuk mendapatkan garam impor sangat keras, terjal, dan melelahkan.

Di saat harapan memperoleh impor menipis, perusahaan yang sedang berkembang ini berfikir keras. Kemudian muncul ide yang disebut 'atraksi bertahan diri'. Untuk sebuah kelangsungan perusahaan, Garsindo memutuskan untuk menginovasi mesin-mesin yang dimiliki. Mesin tersebut akan dijadikan sebagai alat utama untuk menjadikan garam lokal setara garam impor.

Atraksi yang dipertontonkan Garsindo membuahkan hasil. Dengan tekat dan ketekunan, mesin ciptaan Garsindo ini mampu mengubah garam-garam lokal seperti impor. Sebuah capaian yang membanggakan sebagai anak bangsa, karena mesin tersebut mampu mempertahankan dan mengembangkan perusahaannya.

Saat ini, Garsindo benar-benar menjadi perusahaan yang survive dengan mempertahankan kearifan lokal. Cintanya terhadap negara semakin tinggi, cinta itu dibuktikan dengan memupuk kecintaan terhadap garam lokal. "Murni saya menggunakan garam lokal," kata Direktur Utama (Dirut) PT Garsindo Anugerah Sejahtera (GAS), Yohannes Sugiarto.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline