Lihat ke Halaman Asli

Arfi Zon

PNS dan Penulis

Sepeda Itu Mahal, Nak

Diperbarui: 29 Juni 2021   09:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac


"Bunda, sepeda harganya mahal, ya?" tanya anakku Alif sambil mengatur nafasnya yang tersengal-sengal.

"Iya, Nak... mahal...," jawabku lembut.

"Seberapa mahal sih, Bunda?"

"Mahal sekali, Nak. Kira-kira seharga ribuan gorengan yang Alif antar ke warung-warung tiap pagi itu."

"Hmm... iya ya, Bunda... mahal sekali," ujar Alif sambil tersenyum lebar.

Senyum polosnya itu terasa menyesakkan bagiku.

Aku paham betul, putraku itu sangat ingin punya sepeda. Tapi, apa daya, aku belum mampu membelikannya.

Alif tak pernah meminta secara langsung. Tapi, aku tahu pasti isi hatinya. Apalagi sejak dia hanya di rumah saja karena pandemi corona, dia makin ingin punya sepeda. Karena semua teman sepermainannya punya dan memainkannya tiap sore.

Baru kali ini dia menanyakan berapa harga sepeda. Aku paham maksud pertanyaan itu. Hati kecilnya ingin dibelikan sepeda. Namun, dia tak berani meminta terang-terangan karena tak mau membebaniku. Sungguh anak yang baik.

Tapi, itu justru membuatku sedih. Anak sekecil itu berusaha menahan keinginan karena paham kondisi orang tuanya yang tak mampu. Sementara, hampir semua teman sepermainannya seolah selalu bisa dengan mudah mendapatkan segala keinginan mereka, termasuk sepeda.

"Kenapa Alif tersengal-sengal begitu, Nak?" tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline