Lihat ke Halaman Asli

Kedepankan Kearifan Lokal, Tinggalkan Provokasi

Diperbarui: 19 September 2017   08:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Waspada Hoax dan Provokasi - islamindonesia.id

Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya-budaya lokal. Indonesia juga kaya akan nilai-nilai lokal yang terbukti mampu, menjadi benteng dari pengaruh buruk. Nilai-nilai lokal itulah yang kemudian disarikan dalam sila-sila di Pancasila. Wajar kiranya jika Pancasila menjadi dasar negara, karena dianggap mampu menjadi perekat dari keberagaman kultur di Indonesia. Dan memang begitulah faktanya. Keberagaman bisa hidup berdampingan dalam negara kesatuan republik Indonesia.

Kearifan lokal merupakan cara pandang masyarakat terhadap lingkungannya. Kearifan lokal merupakan sumber nilai, moral dan pengetahuan yang bisa saling berdampingan. Implementasi dari itu semua memunculkan perilaku yang saling menghargai, saling tolong menolong, saling bertegur sapa, saling toleransi dan saling bergotong royong. Praktek tersebut masih bisa kita temukan, namun sulit lagi kita temukan di masyarakat perkotaan. Apalagi semenjak maraknya provokasi di media sosial, semakin menjauhkan masyarakat dari nilai-nilai kearifan lokal.

Banyak contoh bahwa provokasi telah membuat kerukunan yang sudah terjalin menjadi berantakan. Contoh yang paling baru, ketika yayasan lembaga bantuan hukum (YLBH) di Jakarta Pusat, diserbu oleh sekelompok masyarakat yang mengaku anti komunis. Maraknya provokasi anti komunis, telah menggerakkan mereka ke kantor LBH Jakarta, yang saat itu tengah menjalankan diskusi untuk meluruskan peristiwa 1965. Akibatnya, bentrokan dengan polisi pun tak terhindarkan. Pertanyaannya, kenapa masyarakat kita masih mudah untuk diprovokasi? Dimana rasa saling menghargai yang selama ini melekat? Dimana nilai-nilai kearifan lokal yang melekat pada adat istiadatnya? Kenapa budaya saling sapa itu berubah menjadi budaya mudah marah?

Mari kita introspeksi diri. Jangan sampai hanya karena kepentingan tertentu, mengorbankan kepentingan publk yang lebih luas. Mari kita lihat kasus penyebaran kebencian. Salah satu dalang penyebar kebencian adalah Saracen. Sebuah organisasi yang dibentuk untuk memproduksi kebencian, lalu disebarluaskan ke media sosial dan media mainstream. Meski kelompok ini sudah ditangkap, faktanya ujaran kebencian masih saja sering kita temukan. Sentimen SARA sengaja dimunculkan, agar masyarakat terbelah menjadi beberapa faksi. Kalau sudah demikian, siap-siaplah konflik sosial akan terjadi. Dan kalau ini benar terjadi, kelompok radikal bisa memanfaatan ini untuk melakukan teror, ataupun mengusung konsep khilafah.

Nilai-nilai yang ada dalalam budaya lokal harus terus dilestarikan. Jangan mau menjadi manusia yang penuh caci, manusia yang merasa paling benar dan mudah menyalahkan. Jangan juga mau menjadi manusia yang mudah tersulut provokasi. Jika kita mendorong anak-anak kita untuk menghormati orang tua, sebagai seorang dewasa kita juga harus mau saling menghormati dengan manusia yang lain. Mari kita implementasikan kearifan lokal dalam setiap ucapan dan perilaku sehari-hari. Jika kita bisa menerapkan ini, maka negeri ini akan mempunyai benteng. Gempuran paham-paham dari luar tidak akan bisa masuk ke bumi Indonesia.

Mari kita belajar dari negara-negara yang terus berkonflik, karena tidak mempunyai benteng yang kuat. Sebagai negara besar yang sangat menghargai keberagaman, semestinya kita dan semua orang tetap mengedepankan dan menjalankan nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal. Sehingga, seluruh masyarakat tidak hanya akan aman dan tenang, tapi juga sejahtera. Karena kesejahteraan harus disebarkan bagi seluruh rakyat Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline