Lihat ke Halaman Asli

Annisa Tang

www.bombonasam.club

Anak-anak adalah Cerminan Diri Kita Masing-masing

Diperbarui: 17 Oktober 2021   06:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. (dokumen pribadi)

"Kalau kita meyakini bahwa anak-anak adalah titipanNya, lalu mengapa kita tidak memperlakukan mereka selayaknya titipan yang berharga?" - Annisa Tang -

Anak-anak di masa belasan bahkan puluhan tahun yang lalu tak akan pernah lupa betapa pedasnya pecutan tali ikat pinggang yang mendarat di bokong maupun besatan benda tumpul nan tajam yang berasal dari alat yang biasa digunakan sebagai gantungan baju ketika ia mendarat di betis.

Sakitnya mungkin sudah tak terasa lagi, tandanya pun sudah tak menyisakan bekas lagi, tapi nyeri di hati dan ingatan yang kelam masih terus akan menyertai sepanjang hidup. Apalagi jika intimidasi kekerasan fisik masih juga disertai dengan kata-kata yang menyayat hati.

Tapi begitulah pola asuh sebagian orang tua jaman dahulu kepada anak-anak mereka, sehingga sebagian dari anak-anak dengan trauma masa kecil itu, ketika kini telah menjadi orang tua juga kerap menyakiti mental dan fisik anak-anak mereka ataupun menyetujui untuk mendidik anak dengan cara yang sama.

Syukurlah sebagiannya lagi, selain berhasil menyingkirkan traumanya, juga memiliki jiwa dan keingintahuan yang besar untuk mencari cara didikan yang berbeda dan tentunya jauh lebih baik dengan minimnya bentakkan dan meniadakan kekerasan fisik.

Bukan karena terlalu patuh akan pasal undang-undang yang berlaku untuk melakukan jeratan hukum pada setiap orang yang melakukan kekerasan, termasuk yang terjadi di dalam rumah tangga, melainkan lebih kepada kesadaran diri tinggi untuk menerapkan pola asuh efektif.

Sebagian orang tua jaman old tersebut mempercayai bahwa hanya dengan membuat anak-anak menjadi takut akan ancaman hukuman dan pukulanlah yang dapat menjadikan mereka jauh lebih menurut dan tidak suka membantah. Fokus para orang tua itu hanyalah mendidik agar anak-anaknya tidak menjadi anak durhaka, sehingga ketika ada satu kalimat bantahan saja yang diucapkan oleh anak-anaknya, maka pukulan bertubi-tubi pun dilayangkannya pada tubuh-tubuh mungil itu.

Bukan hanya para orang tuanya, melainkan beberapa guru jaman dahulu pun membudayakan mendidik muridnya dengan kekerasan. Walau hanya untuk hal yang sepele, seperti tidak menggunakan sepatu berwarna hitam pada waktu upacara atau saat tertangkap basah di lingkungan sekolah. Dihukum penggaris, cubitan, atau jeweran juga seolah lumrah dilakukan ketika ada murid yang lupa mengerjakan PR (pekerjaan rumah).

Baru-baru ini yang terjadi di sekitar kita adalah seorang anak berusia 6 tahun yang dianiaya ayah kandungnya hanya karena belum pulang ke rumah pada tengah hari setelah ijin pergi mengaji di pagi harinya. Ayah kandungnya menyiksa anaknya itu dengan pukulan-pukulan dan tega melemparkan anaknya itu ke arah sungai yang menjadi habitat hewan liar seperti buaya.

Hampir seluruh netizen mengecam perbuatan itu, tapi pada beberapa kasus seperti pemukulan kasar yang dilakukan seorang ayah pada anak perempuannya ketika bocah perempuan itu sedang berjoget di depan kamera, sebagian netizen malah menyetujui tindakan tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline