Lihat ke Halaman Asli

Annisa Maimunah

Psikolog Klinis

Happy Family, Happy Me

Diperbarui: 31 Agustus 2020   09:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seorang remaja mengeluhkan dirinya kini merasa sangat tidak berharga, bingung, sedih berkepanjangan, setelah ditinggalkan oleh pacarnya yang selama ini sangat dicintainya. Hubungannya dengan sang pacar sudah sangat dekat hingga Ia merasa bahwa pacarnya adalah segala-galanya. Seseorang yang menurutnya mampu memberikan perhatian padanya lebih dari perhatian yang diberikan oleh keluarganya yang berantakan.

Seorang Ibu mengeluh dirinya kesulitan untuk merasakan kebahagiaan. Padahal suaminya selalu mencukupinya dengan berbagai fasilitas yang dibutuhkan dalam kehidupannya. Sampai-sampai hobi aerobiknya difasilitasi suami dengan membuatkan studio senam lengkap dengan mini home theaternya. Tetapi menurutnya, suaminya terlalu sibuk bekerja, tidak pernah ada waktu untuk menemaninya dan mendengarkan keluhannya.

Seorang bapak mengeluh dirinya mulai menjadi tidak bahagia setelah terjebak pada perselingkuhan. Perselingkuhan tersebut menurutnya bermula dari ketidak bahagiaannya di rumah. Sejak kelahiran anaknya, perhatian istrinya lebih tercurah pada anaknya, bahkan tidur saja sering di kamar anaknya. Sehingga tidak ada waktu untuk dirinya.

Beberapa tema serupa datang ke ruang konsultasi penulis, membawa penulis berkesimpulan bahwa ketidakharmonisan dan ketidakbahagiaan keluarga ternyata seringkali melahirkan permasalahan-permasalahan pada diri masing-masing anggota keluarga. 

Sebaliknya, kebahagiaan keluarga ternyata menjadi salah satu faktor penting yang mendukung kebahagiaan diri individu. Hal ini menjadi pola seperti telur dan ayam. Kebahagiaan diri mengawali kebahagiaan keluarga, kebahagiaan dalam keluarga menciptakan anggota keluarga yang bahagia. Demikian seterusnya.

Hal serupa ternyata juga terjadi di seluruh dunia. Beberapa penelitian menunjukkan eratnya kaitan antara kebahagiaan diri dan kebahagiaan keluarga. Banyak penelitian di dunia menunjukkan bahwa sumber kebahagiaan atau ketidak bahagiaan diri yang paling utama adalah keluarga. Terutama di negara-negara Asia seperti Indonesia dan malaysia (Jafar, dkk dalam Afiatin, 2019).

Diri yang keluar dari lingkungan keluarga yang bahagia selanjutnya akan menjadi seorang bahagia pula di lingkungan lain di luar keluarga. Seseorang yang merasa bahagia di dalam keluarganya, secara fisik cenderung lebih sehat dan memiliki usia hidup yang lebih lama. Seseorang yang keluar dari lingkungan keluarga yang baik dan bahagia, akan keluar sebagai individu yang produktif di lingkungan profesional atau pekerjaannya. Selain itu, orang yang bahagia di lingkungan keluarganya, selanjutnya akan ebih percaya diri untuk berpartisipasi dalam masyarakat, lebih disukai, dan lebih sedikit bercerai (Diener & Chan, serta Staw dalam Afiatin, 2019).

Bagaimana Ciri Keluarga yang Bahagia?

Keluarga bahagia menurut definisi pemerintah Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994 tentang kelurga, keluarga bahagia adalah keluarga yang dapat menjalankan kedelapan fungsi keluarga yaitu fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, pembinaan lingkungan.  

Seorang peneliti, ahli keluarga melakukan penelitian terhadap sekitar 30.000 keluarga dari sekitar 40 negara di seluruh penjuru dunia sejak tahun 1974 hingga sekarang. Partisipan penelitiannya terdiri dari keluarga dengan struktur keluarga yang berbeda-beda, mulai dari keluarga inti (nuclear family), keluarga besar (extended family), dan yang lainnya. Juga dari lingkungan keluarga berbeda yaitu keluarga yang tinggal di kota, desa, perbatasan, lepas pantai, negara dengan iklim dingin, panas, dan menengah. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat 6 ciri keluarga yang kuat dan bahagia.

1. Menunjukkan apresiasi dan afeksi satu sama lain

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline