Lihat ke Halaman Asli

Agama Politik Bukan Politisasi Agama

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Banyak kalangan cendikiawan berkesimpulan kalau telah terjadi politisasi agama dalam Islam, sehingga terdapat pemikiran perlunya dipisahkan antara kepentingan politik dengan Islam. Seolah terjadi desakralisasi agama, kalau agama ditempatkan sebagai rana politik. Padahal dalam sejarah Islam memang islam tak bisa di pisahkan dari kepentingan agama politik. Ratusan ayat ayat Quran menunjuk pada dakwah Nabi Muhammad sangat politis sekali , tetapi sebenarnya nabi Muhammad juga seorang politisi Tuhan yang dihadirkan untuk membangun dunia politik monotheisme. Sebuah politik yang bercabang dari buah wahyu Tuhan, atau treandinya bisa disebut Tauhid politik.

Kalau politik diartikan suatu “aturan tata negara”. Maka Islam sejak Awal menghadirkan sosok agama yang erat kaitannya dengan disiplin ketatanegaraan.Terutama dalam aturan aturan rumah tangga ditata atas lembaran wahyu yang mewajibkan membangun rumah tangga diatas pernikahan dengan segala aturannya. Juga seperti hukum rejam, potong tangan adalah perwujudan dari agama politik yang sinergik dengan kekuatan wahyu. Hingga pembagian harta waris, kebijakan dalam dan luar negeri Islam itu telah ada dijaman Nabi, dan adalah tidak benar kalau Islam berjalan tanpa politik. Tentu saja Politik pola Islam tidak berdiri diatas rekayasa dan undang undang gubahan manusia, tetapi berdasarkan wahyu Allah yang ditetapkan agar manusia taat pada-Nya. Sedangkan teokrasi juga bukan tipikal Islam, karena teokrasi masih lebih pada politisasi agama

Jika ada pikiran guna melemahkan  Islam dengan slogan “ Islam yes, dan Negara islam no” itu justru termasuk “pola pemikiran” yang berusaha melemahkan Islam sebagai sebuah agama yang lengkap dengan demensi politiknya. “Politisasi agama” yang lahir dari kandungan politisasi agama dijaman Necia, yang  memaksa gereja menerima agama menurut porsi teologi trinitarium telah menyampakkan agama dalam politik perang yang berkepanjangan, tentunya tidak sama dengan Islam yang sejak awal lahirnya dengan bobot politik. Karena islam meletakkan Islam sebagai prinsip politik yang sakral, bebas dari tekanan tekanan kepentingan kelompok dan golongan, bersatu didalam lingkaran “daulah Islamiyah”. Pada hakikatnya konsep konsep negara non Islam yang memaknani hidupnya dengan sekuler tak lebih dari sebuah peradaban agama sebelum Islam. Hal itu bisa ditangkap dalam pola kepemimpinan dalam negara negara sekuler yang nuansa politisasinya menunggang agama agama non Islam. Sehingga di amerika sangat dipastikan, apakah agama mereka “ Islam atau bukan” , untuk bisa diterima masyarakat non islam yang mayoritas di amerika. Kalau itu sekularisasi model amerika, lalu buat apa mempersoalkan Islam atau tidak, mestinya issu agama tidak menjadikan amerika masih harus memilah pilihan Islam atau Tidak.

Sedangkan upaya pendangkalan aqidah yang dilakukan gerakan anti Islam semacam JIL, dan jaringan jaringan lainnya adalah sebuah muatan agama diluar Islam. Sentuhan pemikirannya didalamnya lebih besar prasangka terhadap Islam dari pada bicara sejarah islam secara jujur. “ Islam Yes dan negara atau partai Islam  no” itu hanya sekedar lelucun  naka negeri yang tidak puas belajar dibangku sekolah dan mencari jati diri berdasarkan pengembangan pemikiran yang dirakit lewat aktualisasi akal dan “ijtihad kebablasan”.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline