Lihat ke Halaman Asli

Anisah Meidayanti

Content Writer/Content Creator

Presidensi G20: Momentum Gotong Royong Menuju Ekonomi Inklusif bagi Para Pengrajin Kain Tradisional

Diperbarui: 27 Juli 2022   23:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembuatan kain Ulos | Dok: Shutterstock/Zulfikri Sasma

Puluhan jenis kain tradisional asal berbagai daerah di Indonesia kini tak hanya sebagai simbol warisan budaya tiap daerah. Beragam kain tradisional seperti kain Ulos asal Sumatera Utara, kain Batik Pamekasan dari Madura, serta kain Tenun khas Lombok, Nusa Tenggara Barat semakin menunjukkan eksistensinya tak hanya bagi warga Indonesia tapi juga mancanegara. 

Kain tradisional yang mayoritas dihasilkan oleh potensi pikir dan tangan perempuan ini juga sebagai wujud ekonomi inklusif bagi perempuan di Indonesia.

Dominasi perempuan dalam proses kreatif pembuatan kain tradisional sangat tinggi. Misalnya di daerah Lombok Timur, diungkapkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Lombok Timur, sebesar 98% kain tenun diproduksi oleh perempuan. 

Peran perempuan dalam produksi kain tenun yang masih dikerjakan secara manual ini tidak hanya sebagai wujud aktivitas budaya turun-menurun tapi juga pemenuhan ekonomi keluarga. Serta wujud keterlibatan perempuan dalam ekonomi kreatif baik di ranah lokal, nasional maupun global. 

Bagi beberapa penenun, aktivitas menenun bukan hanya pekerjaan sampingan. Di tengah aktivitas sehari-harinya berjibaku dengan urusan domestik, menenun bagi sebagian penenun adalah sumber utama ekonomi keluarga. 

Selain dari segi ekonomi, para perempuan penenun ini juga menemukan ruang gerak sosial untuk berkomunitas dengan para penenun lain, meningkatkan keterlampilan dan berbagi pengetahuan perihal proses pembuatan kain. 

Namun, adanya harapan peningkatan ekonomi keluarga dan terbukanya ruang gerak sosial yang mampu meningkatkan ekonomi kreatif yang dijalankan oleh perempuan penenun masih menemui kendala. 

Manajemen waktu penenun akibat relasi gender yang tidak setara sehingga menimbulkan triple burden bagi perempuan penenun, masih rendahnya harga jual kain tenun, serta minimnya pendampingan untuk meningkatkan keterlampilan dan wawasan penenun jadi beberapa kendala di antaranya.

Begitu pula yang terjadi pada pengrajin kain Ulos di kota Pematangsiantar, Sumatera Utara melalui jurnal Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Ekonomi Industri Rumah Tangga Tenun Ulos di Kota Pematangsiantar, yang mayoritas adalah perempuan. Kendala minimnya sumber pendanaan untuk biaya produksi sehingga kapasitas produksi sangat minim. 

Padahal, di era ekonomi global dan digital saat ini kain Tenun Ulos perlu meningkatkan daya saingnya agar tetap eksis baik sebagai identitas budaya maupun peningkatan ekonomi kreatif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline