Lihat ke Halaman Asli

Sepeda Butut Kami

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bandung, pertengahan tahun 1992.

"Bagus ya, A?", ujar Sani setengah berbisik.

Aku tak menjawab, hanya menoleh. Aku lihat adikku satu-satunya itu tampak terkagum-kagum. Sesekali ia memegang sadel sepeda warna abu-abu metalik itu.

"Iya, bagus", jawabku kemudian.

Sepeda itu memang bagus, kawan. Stang-nya pendek dan lurus, pedalnya mengkilat, sadelnya dari bahan kulit empuk, jari-jari rodanya berwarna perak. Batangnya tampak kokoh, ada stiker yang bertuliskan FEDERAL. Sungguh, gagah sekali.

"Sini! Saya mau pake!", teriak seseorang dari belakang kami.

Tampak teman main kami, Galih, tergesa-gesa menghampiri kami berdua. Ia segera naik sepeda yang gagah itu. Lalu melesat meninggalkan kami yang masih terkagum-kagum. Itu memang sepeda Galih, sepeda barunya.

***

Aku dan Sani duduk di trotoar komplek rumah. Terdiam dan termangu melihat teman-teman kami yang berseliweran dengan sepeda-sepedanya. Mereka tertawa sambil berteriak-teriak senang, saling susul menyusul. Kami berdua pun ikut tertawa dan tersenyum melihat aksi teman-teman kami itu.

"Nih, San! Mau pinjem nggak?", ujar Galih sambil menghentikan sepedanya.

Adikku spontan mengangguk senang. Wajahnya seketika cerah. Dengan secepat kilat ia naik sepeda yang gagah itu dan melesat menyusul teman-teman kami yang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline