Lihat ke Halaman Asli

Andri Arifin

General Affair of Mira Hotel Banjarmasin

Menyikapi Disrupsi Pasar Digital yang Semakin Masif

Diperbarui: 21 September 2023   10:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Karolina Grabowska

Belum selesai masalah penjualan cross-border di marketplace, kini muncul masalah baru lagi. Media sosial Tiktok mendadak bertransformasi menjadi platform social commerce yang begitu besar dan mendisrupsi cara orang bertransaksi.

Saya ingat persis saat awal Tokopedia muncul di sekitar tahun 2009. Situs belanja besutan William dan Leontinus tersebut juga punya fitur media sosial. Idenya adalah penjual bisa memperbaharui 'wall' mereka layaknya Facebook.

Rupanya masyarakat pada waktu itu kebingungan dengan dua hal sekaligus. Ini era belanja paling mentok di forum jual-beli, sehingga marketplace menjadi hal baru. Ditambah lagi ada platform serupa Facebook yang bisa dipakai berbelanja.

Mungkin dua hal baru dalam satu waktu terlalu berat kala itu. Sehingga Tokopedia lebih fokus pada aktivitas jual-beli. Fitur media sosial perlahan menghilang dari situs mereka seiring pencabutan status Beta mereka di tahun 2010 silam.

Berselang cukup lama sampai muncul tren berjualan di platform Facebook dan Instagram. Banyak toko online membuat katalog mereka di media sosial populer tersebut. Fenomena inilah yang membuat IG Shop dan Tiktok Shop kemudian muncul.

Hanya saja IG Shop tetap mengharuskan penjual memiliki situsnya sendiri. Semua transaksi akan diarahkan ke situs masing-masing toko tersebut. Berbeda dengan Tiktok Shop yang semua transaksinya bisa dilakukan di platform tersebut.

Tren social commerce yang dulu digagas Tokopedia kini menjadi fenomena luar biasa yang mendisrupsi cara orang berdagang. Sekarang yang dipikirkan bukan hanya produknya apa, tetapi juga konten apa yang menarik orang untuk datang.

Jadilah fenomena tukang obat di pasar malam kembali lagi. Mereka menarik minat orang untuk mendekat dan melihat-lihat terlebih dahulu. Jika sudah ada massa, baru mereka menawarkan produk jualannya. Hanya saja sekarang dilakukan secara digital.

Sekarang posisinya bukan lagi "mau pakai bagus, nggak ya sudah" karena sifat Tiktok Shop yang disruptif. Pedagang seakan diwajibkan memakai platform tersebut kalau tidak ingin kehilangan pasar. Tentu jika memakai platform mereka, harus siap ikut cara main mereka.

Perang harga di Tokopedia dan Shopee saja sudah membuat pedagang pusing. Ditambah biaya admin di kedua platform yang terus melonjak. Sekarang kondisinya bertambah suram karena perang harga di Tiktok Shop lebih gila.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline