Lihat ke Halaman Asli

FIRITRI

Penulis, Penulis Mojokerto, Blogger dan Pembawa Acara yang tertarik dalam Human Interest, Budaya serta Lingkungan

Dharr, Petasan, Mercon, dan Lebaran

Diperbarui: 26 Mei 2020   08:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Ramadhan telah dilalui , menjelang kita pada idulfitri. Seperti biasa lebaran adalah moment yang semua orang rindui. Seperti kebanyakan hari raya pada agama apapun , semua bersuka cita kembali pada fitrah.

Tapi tahun ini berbeda , sangaat berbeda karena pandemi covid19 yang sampai hari ini belum berakhir. Kita tidak tahu sampai kapan suasana harus seperti ini , tapi hidup harus berlanjut ...

Shalat ied tidak seramai biasanya pun tidak dilanjutkan dengan hilir mudik tetangga kiri kanan yang saling berkunjung. Jalan sepi lengang karena hanya beberapa orang lewat setelah melalui maraknya portal yang menghalau orang dari kampung lain untuk sementara. Suepiiiii dan tidak ada kegiatan berarti di luar rumah.

Duarrrr...

Tiba tiba saya dikagetkan mercon lidi yang di sulut anak anak di belakang rumah. Kebetulan tempat tinggal saya di desa jadi kebun masih luas dengan batas tanaman bambu seperti layaknya desa di tanah jawa.

Bau asap petasan lidi menyeruak ke hidung seperti bau mesiu. Nahhh .. pikiran saya kembali ke masa masa kecil ketika petasan belum dilarang. Petasan, mercon dan kembang api identik dengan kemeriahan lebaran. Menjadi kenangan tersendiri ketika sepanjang jalan kampung penuh dengan sampah kertas mercon yang hancur berhamburan .

Dulu sekali selain baju baru , masakan enak , banyak sekali kebiasaan yang hanya ada ketika lebaran.

Beberapa hari menjelang lebaran ibu ibu sudah mempersiapkan keperluan mulai kue kue kering , baju , masakan untuk hantaran (kami menyebutnya weweh ) sampai dengan berbagai masakan daging atau ayam lezat yang boleh kami makan sepuasnya tanpa dilarang jika kebanyakan hehehe. Ya maklum saja ketika itu tahun 80 an keluarga kami sangat pas pasan untuk bisa makan enak dan bebas mungkin hanya pas lebaran.

Sementara para wanita sibuk dengan urusan domestik , bapak bapak dan kebanyakan laki laki dikampung berlomba membersihkan lingkungan,mengecat rumah dan satu lagi adalah menggulung kertas sebanyak banyaknya untuk bahan petasan.

Bahan kertas diperoleh dari bermacam macam, mulai dari kertas koran sisa buku tulis sampai dengan kalender bekas. Saya ingat sekali jaman itu kalender masih tipis dengan tulisan angka yang besar besar. Kertas akan di gunting sesuai dengan ukutan petasan.

Setelah itu untuk bubuk peledak bisa beli di suatu tempat yang saya gk tau namanya. Baunya seperti mesiu berwarna abu metalik. Sekalian kertas sumbu yang nanti digunting kecil untuk pemantik api...

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline