Lihat ke Halaman Asli

Nurdin Halid dan Prinsip Siri' Bagi Masyarakat Bugis-Makassar

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ada yang aneh saat saya membuka twitter sesaat setelah laga final leg kedua antara Indonesia versus Malaysia. Salah satu trending topics di twitter malam itu adalah Nurdin Turun. Tentu saja ini adalah suatu prestasi yang “membanggakan” bagi seorang Nurdin Halid. Jangankan pejabat biasa, bahkan untuk seorang artis terkenal sekalipun, sangat susah untuk menjadi trending topics di twitter. Mungkin orang-orang Indonesia yang pernah jadi trending topics kalau bukan artis kontroversial ya mungkin pemain timnas.

Desakan mundur terhadap Nurdin Halid yang menjadi trending topics di twitter setidaknya menunjukkan betapa kekecewaan terhadap kepengurusan Nurdin halid di PSSI telah benar-benar parah. Desakan mundur terhadap Nurdin Hlaid sebenarnya bukanlah wacana kemarin sore. Dua tahun lalu bahkan pernah digelar kongres luar biasa untuk menggoyang Nurdin Halid dari ketua PSSI saat Nurdin Halid sedang dipenjara akibat kasus impor gula dan buloggate. Walaupun kongres itu gagal menjatuhkan Nurdin, suara-suara kekecewaan malah semakin marak. Wujud delegitimasi terhadap PSSI ini terbukti dari terbentuknya Liga Primer Indonesia (untuk menandingi kompetisi resmi PSSI) yang hebatnya didukung oleh hampir semua klub-klub yang berlaga di ISL.  Sampai saat ini bahkan setidaknya sudah ada 3 klub ISL mengundurkan diri dari liga sebagai wujud kekecewaan terhadap PSSI.

Saya sungguh tidak hendak ikut campur dalam kisruh pertarungan kepentingan antara Nurdin Halid versus lawan-lawan politiknya yang melahirkan perpecahan di tubuh PSSI. Saya bukanlah orangnya Ilham AS, bukan orangnya Surya Paloh, bukan juga orangnya Arifin Panigoro, yang begitu lantang menggoyang Nurdin Halid.  Saya hanyalah salah seorang warga masyarakat Sul-Sel, (sungguh kebetulan Nurdin Halid juga merupakan orang sul-sel) yang merasa ikut terusik dengan “prestasi”  Nurdin Halid selama ini. Perasaan primordial saya ini pun semakin tertampar, saat seorang teman saya bertanya seperti ini, bukankah orang Bugis Makassar selama ini terkenal dengan harga dirinya?

Bagi seorang bugis Makassar, ada sebuah prinsip yang wajib dipegang teguh yang disebut prinsip siri’. Sebuah prinsip yang diwariskan sebagai bagian dari kebudayaan bugis Makassar. Siri’ yang secara harfiah berarti rasa malu, dalam konteks personal bermakna harga diri dan dalam konteks sosial bermakna tanggung jawab/ amanah. Siri’ bagi seorang manusia Bugis-Makassar merupakan sesuatu yang sacral.  Sejak kecil, orang Bugis Makassar dididik dengan penghargaan dan kewajiban untuk menjaga siri’. sebuah pepatah bugis “siri’mi ri onroang ri lino” yang artinya secara harfiah  hanya untuk siri’lah kita hidup di dunia ini, menunjukkan bagaimana masyarakat Bugis-Makassar begitu menghargai siri’. Begitu sakralnya siri’ ini, sampai-sampai bertengkar, berkelahi (bahkan sampai saling membunuh) atas nama siri’ merupakan hal yang lumrah dalam budaya Bugis Makassar.  Prinsip siri’ inilah yang membuat orang-orang Bugis Makassar terkenal dengan karakternya yang tegas dan lugas.

Selain bermakna harga diri dalam ruang-ruang sosial, siri’ juga bermakna tanggung jawab/amanah. Itulah sebabnya menjalankan tugas bagi seorang manusia Bugis Makassar disebut sebagai menjaga siri’. Seorang ayah yang tak mampu menjalankan tugasnya, seorang pejabat yang  tersandung sebuah kasus, seorang pemimpin yang gagal,dan lain sebagainya disebut sebagai mate siri’ (orang-orangyang telah kehilangan siri’).  Nah etos kerja siri’ inilah yang membuat banyak  orang Bugis Makassar yang memilih merantau daripada menjadi pengangguran di kampong halaman. Hampir di seluruh nusantara dapat kita temukan para perantau Bugis-Makassar,orang-orang yang meninggalkan kampung halaman atasa nama tanggung jawab (siri’).

Ada banyak sekali contoh-contoh orang asal Sul-sel yang dihargai karena keteguhan sikap dan idealismenya, sebuah sikap yang bersumber dari prinsip siri’. Kita masih ingat mendiang Prof.Baramuli, Jenderal Jusuf, atau pak JK,orang-orang yang diakui idealisme sekaligus kelugasannya. Atau yang terbaru, seorang hakim konstitusi asal Sul-Sel yang lebih memilih mengundurkan diri dari MK hanya karena anaknya bertemu dengan salah seorang calon bupati yang kasusnya sedang diproses di MK. Dalam sebuah wawancara di salah satu stasiun TV, hakim konstitusi ini mengatakan bahwa dia mundur karena rasa siri’ terhadap jabatan publik yang ditanggungnya.

Harusnya, sebagai orang Bugis yang ditokohkan di level nasional, sikap seperti inilah yang mesti ditunjukkan oleh Nurdin Halid. Sikap ksatria dalm mengakui kesalahan, sekaligus sikap menghargai siri’ untuk siap mundur jika gagal.  Saya tahu persis, orang-orang Bone adalah orang-orang yang begitu menghargai ade’ dan siri’. Sebagai sesama manusia Bugis Makassar, saya sungguh mengharapkan Pak Nurdin turun secara baik-baik. Jika tidak, ada sebuah pepatah bugis yang mengatakan, jika ada yang tak bisa diselesaikan dengan ujung lidah, makaselesaikanlah dengan ujung badik. Wallahu A’lam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline