Lihat ke Halaman Asli

Masih Meludah Sembarangan, Siapkah Kita Jadi Tuan Rumah yang Baik?

Diperbarui: 9 Agustus 2018   20:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

credit: merdeka.com

Belakangan hari menjelang Asian Games 2018, nyaris banyak orang Jakarta memilih ribut soal bau air kotor Kali Item, sambil tetap yakin ludahnya bersih.

Ini adalah kumpulan cerita jorok. Bulan lalu saya naik bus Damri jurusan Cengkareng-Kampung Rambutan. Malam itu tampak baik-baik saja. Kemacetan normal, lampu-lampu kota masih hangat dilihat, dan gedung-gedung Ibu Kota sesenti pun tak goyah oleh keluhan pegawai di dalamnya.

Saya jejer sebangku dengan seorang pemuda seumuran yang terlihat tangguh dan tidak sedang mabuk perjalanan. Kebaikan-kebaikan itu hanya berlangsung sebentar.

"Cuiihh!!" Si Pemuda tangguh meludah ke bawah lantainya, yang indah-indah sepersekian detik mendadak sirna. Kemudian sepanjang perjalanan, si pemuda tangguh tetap meludah sampai bosan---sayangnya ia tak pernah bosan.

Ia selingi aktivitas joroknya itu dengan buang muka slow motion ke jendela. Saya mencuri kala untuk meliriknya; sesungguhnya si pemuda tangguh terlihat sangat dingin dan keren ketika ia memutar kepalanya ke arah luar jendela. 

Ia tipikal anak muda Ibu Kota yang melek penampilan. Tapi, kepalanya sudah seperti keran wastafel rusak. Andai si pemuda tangguh konsisten dan lebih rutin sedikit, kami bisa tenggelam dalam bus sebab ludahnya.

Kali lain, saya memesan ojek online. Tahulah itu transportasi murah dan cepat dan mudah. Saya bersyukur hampir semuanya mulai berjalan mudah di negeri ini, meski beberapa urusan terasa brengsek.

Driver ojol yang mengantar saya gemar meludah ke kiri. Ia melakukan itu di depan penumpang yang ditemuinya belum sejam!? Untung driver seperempat baya itu mengolah percakapan kami menyenangkan. Atas alasan itu, saya tetap memberinya 5 bintang dan sedikit uang lebih.

Jalan kaki pun ceritanya tak jauh berbeda. Di bilangan Jatinegara yang luas trotoarnya 50:50 jalan aspal, saya bertemu peludah sembarangan---siapa bilang tidak ada cerita jorok di trotoar yang nyaman?

Sering juga saya temui ludah segar tiap menjangkah trotoar lain. Sesekali ingin saya berhenti dan coba-coba meneliti jumlah bakteri yang ada di seecret lendir tersebut, berpura-pura sebagai ahli biologi. Tetapi bukan, saya hanya pejalan kaki biasa.

Kenapa sih orang gemar meludah?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline