Lihat ke Halaman Asli

Ana Dwi Itsna Pebriana

Read, Write, Proofread

Agama Tuhan dan Umat yang Maha Benar

Diperbarui: 24 Juli 2019   15:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: nulampung.or.id

Tidak ada paksaan untuk memasuki agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. (QS Al-Baqarah [2]: 256)

Warganet atau kita sendiri, nampaknya amat gemar menanggapi public figure yang berpindah agama. Menggunjingkannya di tempat umum, maupun di grup-grup sosial media. Kehadiran media dan para wartawan super kepo pun turut meramaikan berita. Mereka amat rajin menguliti para pesohor hingga ke akar-akarnya.

Di Amerika Serikat atau Eropa, agama dipandang sebagai sesuatu yang privat dan hanya untuk dikonsumsi secara pribadi. Namun, sebaliknya di Indonesia, agama seakan menjadi urusan publik yang bisa dinikmati siapa saja. Bebas dikomentari siapa pun tanpa memikirkan dampak baik-buruknya.  

Salmafina Sunan dan Deddy Corbuzier menjadi contoh untuk kasus yang sama, berpindah agama. Hal yang menjadikan berita ini menarik adalah respons masyarakat yang beragam. Ketika Salmafina berpindah dari agama A ke B, banyak sekali yang menghujat, minim yang memberi pujian. Lain halnya dengan Deddy yang berpindah dari agama B ke A, pujian mencuat di berbagai lini masa, nihil umat yang mencerca. Bahkan detik-detik Deddy mengucap syahadat pun diliput media.

Sebut saja A untuk agama Islam, dan B untuk yang selainnya. Bila seseorang berpindah keyakinan dari A ke B, akan disebut murtad. Lantas, orang yang berpindah dari agama B ke A, apakah tidak disebut sebagai murtad oleh (mantan) kaumnya juga? Pertanyaan ini tentu tidak perlu dijawab.

Teringat salah satu firman Allah dalam Al-Quran: Sesungguhnya agama yang (diterima) di sisi Allah adalah Islam. (QS Ali 'Imran [3]: 19)

Ayat ini menjadi senjata pamungkas bagi sebagian kaum Muslim dalam menanggapi fenomena para pesohor atau kerabatnya yang memilih untuk keluar dari agama Islam. Meyakini bahwa hanya Islam-lah agama paling benar yang diridhai-Nya. Pertanyaannya, Islam yang mana? Islam yang dimaknai sebagai ajaran murni dari Tuhan, atau Islam yang dijalani oleh umat yang mahabenar?

Polemik tentang agama sebetulnya telah menjadi diskursus yang amat klasik di negara plural ini. Bahkan, agama sering kali menjadi titik sumbu kegaduhan yang utama. Misalnya, seseorang bisa dengan mudah menuduh orang lain menistakan agama Islam, murtad, munafik, atau bahkan kafir. Sehingga mencuatlah aksi-aksi atau gerakan-gerakan yang didasarkan pada agama.

Kata murtad, munafik, bahkan kafir seakan mudah diucapkan tanpa beban. Ada sedikit ulasan dari Quraish Shihab tentang makna kafir yang sangat sensitif di telinga kita. Sebagaimana tausiyahnya di kanal youtube Mata Najwa, beliau mengatakan bahwa siapa pun memang bisa dikatakan kafir jika ia melakukan sesuatu yang jauh dari kebenaran.

Namun, yang luput dari kita, adanya kesalahpahaman memaknai 'kebenaran' sehingga terjadilah fanatik berlebihan pada agama. Padahal kebenaran yang dimaksud adalah berdasarkan perspektif Tuhan, bukan manusia. Maka menjadi fatal bila seseorang mudah sekali menempatkan orang lain dalam posisi di luar Islam, termasuk mengafirkan orang lain hanya berdasarkan kacamata pribadinya.

Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. (QS Al-Maidah [5]: 48)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline