Lihat ke Halaman Asli

Amirsyah Oke

TERVERIFIKASI

Hobi Nulis

Musim Durian di Pulau Muna

Diperbarui: 27 Februari 2019   13:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Durian yang dijual di Kota Raha Pulau Muna (Dokumentasi pribadi).

Sore hari menjelang malam, saya keluar rumah hendak membeli makan malam. Jalan kaki santai melewati medan yang terus menurun. Tempat tinggal saya memang berada relatif di ketinggian, sementara warung makan ada di tempat yang lebih rendah.

Di kejauhan terlihat jelas Pulau Buton. Hal ini tidaklah mengherankan, karena Pulau Muna tempat saya saat ini tepat berdampingan dengan Pulau Buton. Terhubung oleh selat lautan. Jika berada di tepi pantai Pulau Muna, terlihat Pulau Buton hanya dekat saja. 

Serasa berenang pun kita akan sampai di sana. Apalagi di titik tertentu Pulau Muna, terdapat jarak yang sangat dekat dengan Pulau Buton. Masyarakat berharap, suatu saat akan ada jembatan yang makin merekatkan Pulau Muna dengan Pulau Buton.

Berjalan kaki sambil berpikir ke sana ke mari, tak terasa saya pun tiba di warung nasi langganan. Warung yang dikelola oleh asli penduduk Pulau Muna. Akan tetapi saya melihat ada yang berbeda di depan warung. Banyak sekali durian yang terlihat telah matang. Empat atau lima buah durian diikat dalam satu kesatuan. Baunya begitu harum menggiurkan, menggugah selera.

"Mas beli dong duriannya!" Seru ibu pemilik warung. "Berapa harganya Bu?" Tanya saya basa-basi. Sebenarnya saya tidak beminat membeli, karena malas membuka duriannya. "Murah Mas, 50 ribu saja. Manis-manis duriannya. Bagus semua kok," si ibu membujuk saya demikian rupa.

"Aduh ibu, saya malas buka duriannya. Saya tahunya tinggal makan saja." Saya coba memberi alasan agar tidak membeli. "Tenang Mas, saya bukakan duriannya", ibu warung begitu bersemangat. "Ya sudah Bu, tolong bungkus ya!" Saya menyerah melihat kegigihan usahanya.

Mulailah si ibu bekerja membuka durian lalu mengambil isinya dan meletakkan ke dalam kantong plasti. Semerbak bau durian pun makin marak menari-nari bersama udara yang masuk ke rongga hidung. Terbayang nikmatnya kala daging durian yang lembut masuk ke mulut, digigit dan membaluri lidah. Saya menelan air liur.

"Ini duriannya dari mana Bu? Apa ada kebun durian di Muna?" Tanya saya penasaran. "Ini durian dari kebun kolaka Mas. Dibawa lewat Kendari," jawab si ibu. "Pakai kendaraan apa bawanya Bu?" Tanya saya lebih lanjut. "Ada yang kapal laut. Ada juga pake truk!" Jelas si ibu. "Lama kah sampainya? Tidak busuk atau rusak duriannya di jalan?" Saya semakin tertarik untuk bertanya. 

"Ah, tidak Mas. Sekarang jalanan sudah bagus-bagus, jadinya cepat sampai. Apalagi sekarang juga sudah banyak kapal dari Kendari (ibu Kota Sulawesi Tenggara) ke Muna, 3 kali sehari. Juga ada Kapal Fery penyeberangan yang bisa angkut banyak truk dan mobil tiap hari." Si ibu menjelaskan dengan antusias.

Penjelasan si ibu demikian lancarnya meskipun sambil membuka durian. Tak terbersit rasa takut ataupun terlalu berhati-hati saat melakukannya. 

Benar-benar keahlian yang luar biasa. Bila saya yang membuka durian itu sendirian, pastilah sudah mendapatkan beberapa luka tertusuk duri-duri dari buah durian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline