Lihat ke Halaman Asli

Amas Mahmud

Pegiat Literasi

Pahlawanku Teladanku, Sebuah Artikulasi dan Integrasi Sosial

Diperbarui: 10 November 2022   14:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bung Amas (Dokpri)


GANTUNGLAH
cita-citamu setinggi lagit. Bermimpilah setinggi langit. Karena, ketika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bitang. Seperti demikian yang menjadi pesan Bung Karno, sang revolusioner dan Presiden pertama Republik Indonesia. Dalam momentum Hari Pahlawan, 10 November 2022 beberapa hal terkait kondisi keindonesiaan yang perlu dipotret.

Sebagai gambar besarnya dan cermin seperti apa Indonesia. Pemerintah memiliki ekspektasi tentang Hari Pahlawan yang dibingkai dalam tema: ''Pahlawanku Teladanku''. Bahwa pentingnya reinterpretasi sejarah. Atau setidaknya revitalisasi nilai-nilai, bahkan rekonstruksi sejarah betapa berharganya peran para Pahlawan.

Tidak sebatah menafsir ulang, mereposisi alur sejarah, dan fakta sejarah yang benar. Namun, lebih dari itu ialah mengamalkannya. Bagaimana generasi hari ini mengaktualisasi perjuangan, patriotisme dari para Pahlawan. Komitmen juang, kecintaan pada Indonesia, keberpihakan pada nasib rakyat, dan dedikasi untuk negeri ditunjukkan para Pahlawan di republik ini.

Posisi yang strategis dari generasi kekinian mesti mengemban, bukan memikul beban sejarah. Legacy yang ditinggalkan para Pahlwan layak dibumikan. Sikap solidaritas, kepekaan sosial, ditopang dengan semangat gotong royong membuat mereka yang kita sebut Pahlawan berhasil merebut kemerdekaan.

Bukan main-main. Sebuah perjuangan berdarah-darah, penuh konsekuensi, riskan, tidak dipedulikan para Pahlawan. Yang utama dan terpikirkan dalam benak mereka hanyalah Indonesia Merdeka. Lepas dari hegemoni penjajahan. Cara-cara kolonial yang merendahkan, menindas anak negeri dilawan mereka.

Kini terobosan dan perjuangan itu seperti tereduksi. Nilainya seolah dilupakan generasi pelanjut. Ketika Indonesia telah merdeka, dimerdekakan para pejuang dari penjuru Nusantara yang beragam, ini menjadi capaian emas. Keberhasilan yang sewajarnya diapresiasi. Diteruskan nilai-nilainya.

Dimana para Pahlawan itu bersikap jujur. Tulus berjuang, tidak saling menghajar antar sesama anak bangsa. Mereka bersatu, solid, tidak mau saling menghasut. Politik pecah belah yang diterapkan kaum penjajah sempat memprovokasi dan merenggangkan mereka. Tapi, akhirnya kekompakan dibangun. Strategi imperialis tidak berhasil.

Buktinya, Indonesia merdeka dari penaklukan penjajah. Para Pahlawan mengajarkan soal loyalitas dan konsistensi pada perjuangan, tidak khianat. Mengutamakan kepentingan bersama. Tidak korupsi. Tak mau menjadi tumbal dari oknum penjajah, segelintir orang yang hanya mengkooptasi anak-anak Indonesia.  

Peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Sampai pada fase mempertahankan kemerdekaan saat ini. Sebab, terima ataupun tidak Indonesia masih dalam intaian kelompok penjajah. Dimana pola penjajahan dipindahkan pada soal penguasaan SDA, dan SDM. Aset seperti pertambangan dikuasai.

Infiltrasi kultural dilakukan. Gaya hidup kebarat-baratan dipaksakan masuk ke Indonesia. Sehingga budaya asli, kearifan lokal yang menjadi ciri khas, dan hak anak-anak pribumi dikesampingkan. Tidak terlalu mendapat tempat yang sepadan. Ekspansi budaya asing dibuat massif. Teknologi menjadi pintu masuknya.

Ada juga yang diserang melalui literatur. Penguasaan paradigma yang dimulai dari kaum intelektual dilakukan. Ya, dihampir semua lini kehidupan bermasyarakat Indonesia dikepung. Sumber Daya Alam (SDA) digerogoti, dikeruk. Sumber Daya Manusia (SDM) dimanfaatkan. Kita diadu domba, dibenturkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline