Lihat ke Halaman Asli

Amas Mahmud

Pegiat Literasi

Pejabat Publik, Etika Pelayanan dan Pameran Kerakusan

Diperbarui: 26 Januari 2022   11:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pentingnya etika pelayanan (Foto Rajagrafindo.co.id)


TIDAK
semua pemangku kepentingan (stakeholder) bersikap baik, jujur dan manusiawi. Begitupun sebalik. Tidak semua stakeholder, terlebih pemimpin bermental jahat. Dehumanis dan mau menang sendiri, tidak semuanya begitu.

Realitas menyajikan seperti itu. Ada dua tingkah laku atau perilaku pemimpin, di dunia manapun. Termasuk di Indonesia. Ada kecenderungan mereka mengedepankan etika, moralitas, kejujuran dan ketulusan. Mendahulukan kemanusiaan, memperlakukan orang lain secara proporsional dengan nurani.

Kadang kala bukan kita meredukasi realitas, melainkan faktanya begitu. Bahwa masih ada perilaku pemimpin yang bersifat ambigu dan ambivalen. Di depan publik merekayasa diri seolah-olah baik, adil, dibalik itu ternyata tidak seperti yang dipamerka di media massa atau di depan orang banyak. Perilaku serupa sering kita temukan.

Bagaimana mau merubah tatanan peradaban yang luas dan nasib banyak orang, jika pola kepemimpinan saja belum tuntas diterapkan. Tidak mudah memang bersikap konsisten.

Disiplin serta peka pada urusan-urusan humanisme, egalitarialisme dan kemerdekaan harus terobjektifikasi pada diri pejabat publik. Itu semua bukan sekedar retorika, bermain pada ranah verbal saja. Melainkan butuh pembuktian nyata.

Kekuasaan sejatinya tidak sekedar diemban. Melainkan diejawantahkan melalui kebijakan dan keberpihakan pada kepentingan publik. Dapat bermanfaat bagi banyak orang, tidak hanya untuk keperluan atau kebutuhan keluarganya. 

Pejabat publik memang disumpah untuk mengurus atau melayani kepentingan-kepentingan publik. Karena ia digaji, diongkosi rakyat untuk itu.

Koreksi dan upaya saling mengingatkan untuk urusan tersebut tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Sebab, kebanyakan pejabat publik kita telah mengakar kebiasaannya melayani diri, membuat mahal (mewah) posisi dan keluarganya. 

Sehingga hanya mau dilayani. Enggan atau sangat sedikit ruang untuk ia melayani rakyat. Nauzubillahi minzalik, semoga kita semua tidak seperti itu. Dapat dijauhkan dari sikap sombong dan materialistik.

Sang pejabat publik, termasuk keluarganya pasti menjadi sorotan publik. Itu menjadi hal lumrah dan wajar adanya. Itu sebabnya, perlu terus-menerus diingatkan. Agar tidak blunder, tidak terlalu jauh keluar jalur. 

Bagaimanapun, banyak kasus-kasus di depan mata kita telah memberi peringatan terkait ragam skandal pejabat publik. Yang itu semua pada akhirnya mempermalukan dirinya bersama keluarga tercinta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline