Lihat ke Halaman Asli

Konstan Aman

Penulis, Petani dan Guru Kampung (PPG)

Seni Mengolah Harapan Menyambut Tahun Baru 2023

Diperbarui: 30 Desember 2022   13:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Potret beberapa petani sawah kampung sedang rehat sejenak dari rutinitas olah petak sawah. (Dokpri) 

"Karena memang Mengolah sawah itu, tak semudah mengunyah nasi sesendok".

Demikianlah sebuah celotehan ringan yang sempat saya rekam dari seorang petani ketika sedang mengolah petak-petak sawah. Tepatnya ketika musim hujan mulai runtuh di atas bumi kampung menjelang tahun baru. 

Demikianlah Rutinitas tahunan yang selalu menjadi primadona petani kampung adalah menata sawah serentak mengolah harapan sebagai bekal di tahun yang baru nanti.

Mengolah sawah memang selalu mengandalkan hujan sebagai sumber air utama. Begitulah nasib mengolah sawah tadahan, selalu bergantung dengan curah hujan yang cukup. Tapi syukurlah, curah hujan di jelang akhir tahun 2022 ini cukup tinggi, sehingga sangat memungkinkan untuk mengolah kembali semua areal persawahan yang ada. 

Selama musim kerja sawah bergilir, semua warga kampung saling bercengkrama ria dengan hujan, petak sawah, kerbau bajak dan sesama petani. Semuanya melebur dalam satu spirit yang sama yakni, mengolah sawah sekaligus mengolah hidup.

Potret Petani sedang membajak sawah dengan kerbau (Sumber Gambar: Suaramerdeka.com) 

Pola pengerjaan pun masih sama yakni mengikuti pola pertanian tradisional dan bernuansa kolektivitas. Baik itu secara teknis yakni dari segi peralatan yang digunakan masih bersifat tradisional, maupun menyangkut hal-hal yang menyangkut kepercayaan seperti pelaksanaan upacara-upacara. 

Dari segi teknis pengerjaan misalnya masih menggunakan kerbau sebagai 'mesin' bajak utama. Kemudian, tenaga manusia dengan sistem bergilir masih dijadikan andalan utama. Mulai dari persiapan lahan sawah, pembajakan, menanam padi hingga panen, pola pengerjaannya masih bermodalkan kolektivitas dan bergiliran. 

Bergiliran yang dimaksudkan itu yakni saling bergantian dari masing-masing sawah milik warga. Sekalipun sistem pengupahan dengan uang pun mulai digunakan, namun hanya mentok pada segelintir orang saja. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah bagi mereka yang memiliki modal (uang) yang cukup. 

Karena pengupahan yang biasa dilakukan itu dihitung satu kali pada saat panen padi. Upahnya berupa hasil padi yang dipanen nantinya. 

Kemudian dari sisi kepercayaan, bahwa pengolahan sawah mulai dari awal termasuk dari persiapan lahan hingga selesai panen mesti selalu diawali dengan penyelenggaraan ritual-ritual adat. Tujuannya ialah, selain dimaknai sebagai permohonan restu terhadap 'Yang Lain' juga sebentuk ungkapan syukur kepada 'Yang Tertinggi' atas anugerah kehidupan serta atas hasil dari usaha pengolahan sawah sehingga mampu untuk menunjang kehidupan selanjutnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline