Lihat ke Halaman Asli

Amak Syariffudin

Hanya Sekedar Opini Belaka.

Semestinya Negara Sudah dalam "SOB"

Diperbarui: 4 April 2021   13:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(KOMPAS.COM/ANTARA FOTO/MUHAMMMAD ADIMAJA)

Apa itu SOB? Dari bahasa Belanda yang tahun 1960-an sangat dikenal, yakni Staats van Oorlog Belegd. Alias 'Peraturan Negara Dalam Perang/Bahaya". Atau Darurat Perang. Lalu, sekarang ini siapa lawan kita? Itu yang sangat sulit. Yakni dikarenakan melawan pandemic covid-19 sebagai  "the silent killer". 

Sudah begitu ditambah kemunculan teror kaum radikal yang menyalahgunakan suatu agama untuk menjadikan pemerintah dan rakyat menderita dan tegang. Tetapi kalau aturan Darurat Perang itu diterapkan, maka jelas kebebasan berdasarkan faham berdemokrasi yang bertanggung jawab akan terimbas berat.

Untuk menghindarkan SOB, sangat dituntut kewaspadaan, kecermatan dan ketegasan aparat keamanan. Terutama Kepolisian dan TNI. Kalau sekarang Kepolisian, -- terutama Densus 88.-- sedang aktif memberangus terduga teroris di banyak daerah provinsi, kabupaten maupun kota di Sumatera, Jawa, NTB dan Sulawesi, sebagai tindak lanjut dampak peledakan bom bunuh diri di depan Gereja Katolik (Katedral) Makassar dan perempuan yang memasuki halaman Mabes Polri di Kebayoran Baru sambil menembakkan pistol airgun ke anggota Kepolisian yang ditemuinya dan akhirnya ditembak mati dan sudah dikuburkan. 

Namun apa yang dituntut pada aparat keamanan itu tidak cukup. Harus ada peran serta atau partisipasi secara aktif demi masyarakat yang ingin kondisi kehidupan kita aman dan sejahtera. 

Peran serta itu antara lain adalah kewaspadaan, antara lain terhadap bila ada sesuatu gerakan atau tindakan atau tingkah-laku atau ucapan-ucapan oknum yang dalam kehidupan sosial kita yang bisa dianggap bisa bersifat memusuhi kehidupan bermasyarakat dan merugikan berbudaya bangsa Indonesia. Sebab, kesemuanya itu mengarah kepada perbuatan teror yang didasari keyakinan radikalisme yang berkutub gerakan ISIS/Daesh (istilah Arab) atau Al Qaedah. 

Tindakannya mengacu melakukan teror melalui pengeboman, penembakan sampai pun pembunuhan dengan segala cara. Beberapa waktu lalu mereka yang bergerak dibawah tanah nampaknya luput dari intaian petugas BNPT, Densus 88, BIN maupun bagian-bagian intelligence Aparat Keamanan kita.

Kalaulah dipersalahkan lembaga/badan/aparat keamanan kita karena dianggap "lengah", bisa saja. Kalau lah beralasan perhatian dan tindakan mereka terfokus pada penanggulangan covid-19, maka kini sebaiknya disudahi. 

Mengalahkan covid-19 tetap, namun fokus menumpas terorisme harus terus-menerus ditingkatkan. Sebab bahaya dan kesannya tidak hanya didalam negeri, tetapi berimbas politis ke luarnegeri.

Mungkinkah para warganegara kita yang dulu berbondong-bondong ke Syria dan  Irak karena terpengaruh janji-janji ISIS akan pekerjaan/hadiah, ketika kantong ISIS  dikedua negara itu dihancurkan, warga negara kita yang otaknya sudah diisi faham radikalisme itu keleleran, minta pulang dan kembali menjadi WNI. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline