Lihat ke Halaman Asli

Alviyatun

ATLM (Ahli Teknologi Laboratorium Medik) di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pengalaman Merencanakan Buah Hati hingga Persiapan Melahirkan

Diperbarui: 22 Maret 2021   21:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Persiapan sebelum hamil

Setiap pasangan menikah, tentu mengharapkan bertambahnya anggota keluarga baru dari pernikahannya. Bukan anggota keluarga dari kedua pihak suami atau istri, yang dimaksud di sini adalah lahirnya sosok dedek bayi atau anak dari perkawinannya. Ini adalah hal yang sangat dinanti oleh hampir seluruh pasangan menikah (menikah normal).

Maaf di sini saya menyebut kalimat menikah normal dalam artian pernikahan kebanyakan antara lelaki dan perempuan yang didasari atas niat baik kedua pihak, untuk membangun rumah tangga yang hakiki dan terutama lagi bagi seorang muslim menikah adalah menyempurnakan separuh agamanya (mengutip dari jawaban saudara Ahmad Syahrin Thoriq dalam link).

Pernikahan juga semestinya dilandasi rasa cinta dan sayang, walau dalam beberapa kasus rasa tersebut muncul setelah menikah. 

Perpaduan rasa tersebut yang akhirnya menyusun kekuatan untuk bersama-sama membangun bahtera rumah tangga yang sempurna. Meskipun tak bisa dipungkiri beberapa pernikahan mengalami dan menjalani masa ketidaksempurnaan untuk beberapa waktu lamanya. Kondisi ini tentu cukup menyita waktu, pikiran dan tenaga dan pula materi. Sehingga perlu disiapkan betul-betul jiwa dan raga dalam mengarungi bahtera rumah tangga yang seperti ini.

Setelah beberapa bulan bersama, tentu ada beberapa komitmen yang disepakati dan direncanakan termasuk bagaimana jika sang istri mengandung buah hati. 

Bagi pasangan dewasa yang memantapkan diri memasuki jenjang pernikahan hal ini tentu menjadi prioritas utama. Tetapi beberapa pasangan terutama pasangan muda usia, yang mungkin mengalami pernikahan yang dipaksakan untuk merencanakan persiapan kehamilan mungkin tidak terpikirkan alias belum siap. Lalu harus bagaimana?

Menikah di usia muda
Saya sendiri termasuk menikah di usia yang sangat muda, tetapi pernikahan kami bukan pernikahan yang dipaksakan. 

Pernikahan yang memang direncanakan dan didasari niat baik untuk membangun rumah tangga sakinah mawadah warahmah. Kami berencana untuk tidak menunda kehamilan meskipun usia saya waktu itu masih 19 tahun. Tetapi saat memasuki bulan kedua hingga kelima, kehamilan yang diharapkan tak kunjung hadir. 

Saya mulai resah, ada apa dengan diri saya, apakah organ reproduksi saya sehat ataukah suami yang bermasalah. Kami pun merencanakan untuk segera memeriksakan diri ke dokter spesialis kandungan. Namun saat berkonsultasi dengan dokter tersebut, beliau menyarankan ditunggu sampai setahun dulu. Kata dokter tersebut sambil senyum-senyum seakan tahu keresahan saya.

Saya pun sedikit lega dengan penjelasan dokter. Suami pun sepakat untuk menunggu sampai setahun pernikahan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline