Lihat ke Halaman Asli

ALI YANTO

Seni, Petualangan dan Pendidikan

Kembali ke Akar: Membangun Kembali Ruang Diskusi dalam Demokrasi Sejati

Diperbarui: 19 April 2024   14:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Ari Ahmad Riyadi

universitas muhammadiyah prodi "Pendidikan Guru Seni Drama Tari dan Musik"
 Ali Yanto
nim C2188209046

Abad ini telah menyaksikan perubahan yang mendalam dalam cara kita berdiskusi dan berinteraksi sebagai masyarakat. Tradisi-tradisi yang dahulu menjadi pijakan utama dalam membangun harmoni dan kesadaran kolektif kini terancam oleh arus modernisasi yang mengubah wajah komunikasi kita. Namun, dalam setiap transformasi, terdapat ruang untuk merevitalisasi nilai-nilai lama yang berharga.

Diskusi, sebagai sebuah institusi sosial, telah menjadi korban dari pergeseran budaya. Dahulu, tempat-tempat seperti pos ronda dan saung menjadi pusat perdebatan yang sarat makna dan bernilai. Namun, seiring berjalannya waktu, ruang-ruang tersebut mulai disusupi oleh politik praktis dan hiruk-pikuk komersialisasi.

Pemuda yang dulunya menghadapkan diri pada diskusi mendalam kini lebih sering berkumpul di kafe atau kedai kopi, merangkul modernitas namun kehilangan esensi dari pertukaran gagasan yang kaya. Sebagai sebuah generasi, kita mungkin telah melupakan bahwa diskusi bukan sekadar tentang tempat atau waktu, tetapi tentang substansi dan tujuan.

Pemindahan ruang diskusi ke dalam kafe dan kedai kopi seakan menyempitkan konsep diskusi itu sendiri. Ini bukan sekadar soal kemasan, tetapi esensi dari demokrasi sejati yang membutuhkan keragaman pandangan dan pertukaran pemikiran yang tulus. Ruang yang sempit dapat membatasi kreativitas dan mencegah kemunculan solusi-solusi inovatif.

Namun, demikian, perubahan bukanlah sesuatu yang harus ditakuti. Sebaliknya, kita dapat melihatnya sebagai kesempatan untuk merefleksikan kembali nilai-nilai yang kita pegang. Kembali kepada akar tradisi diskusi yang mengakar dalam budaya kita, kita dapat menemukan inspirasi untuk membangun kembali ruang-ruang yang memfasilitasi dialog yang produktif.

Musyawarah desa dan saung bukanlah sekadar kenangan masa lalu yang suram, tetapi panduan yang berharga dalam membangun demokrasi lokal yang inklusif dan berkelanjutan. Kembali ke sumber-sumber tersebut, kita dapat memperkaya diskusi dengan kedalaman sejarah dan kearifan lokal yang telah terbukti bertahan selama berabad-abad.

Menghidupkan kembali tradisi diskusi bukanlah tugas yang mudah, tetapi merupakan investasi jangka panjang dalam kesejahteraan masyarakat. Melalui diskusi yang terbuka dan inklusif, kita dapat memperkuat harmoni sosial, meningkatkan kesadaran kolektif, dan menghasilkan solusi-solusi yang relevan untuk tantangan zaman ini.

Dalam menghadapi arus modernisasi yang tak terelakkan, kita tidak boleh melupakan akar-akar budaya yang telah membentuk identitas kita. Diskusi bukanlah sekadar cerminan dari kebiasaan sosial, tetapi fondasi dari demokrasi sejati yang menghargai perbedaan dan mempromosikan partisipasi aktif dari semua warga.

Maka dari itu, mari kita kembali kepada tradisi yang telah melahirkan kita sebagai sebuah masyarakat yang beradab. Mari kita membumikan kembali ruang-ruang diskusi sebagai wadah untuk memperkuat nilai-nilai demokrasi, harmoni, dan kesadaran kolektif. Hanya dengan demikian kita dapat memastikan bahwa warisan budaya kita akan terus hidup dan berkembang untuk generasi-generasi yang akan datang.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline