Lihat ke Halaman Asli

Alipir Budiman

hanya ingin menuliskannya

Anakku dan Perjuangannya

Diperbarui: 3 April 2019   04:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hasil tangkap layar situs pengumuman SNMPTN

Tanggal 23 Maret 2019, merupakan hari  yang membahagiakan bagi kami. Anak perempuanku satu-satunya, yang saat ini duduk di kelas XII SMA, diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) Prodi Aktuaria  melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2019. Zahra, anakku terdaftar sebagai salah satu peserta dari 478.070 siswa yang mengikuti seleksi lewat SNMPTN.

Bahagia? Tentu saja. SNMPTN 2019 adalah salah satu jalur seleksi masuk PTN dengan kriteria seleksi berdasarkan nilai rapor. Semua prosesnya mudah, dan tentu saja semua siswa menginginkannya. Hanya saja, tidak semua siswa bisa mengikutinya karena ada persyaratan yang harus dipenuhi.  Siswa yang boleh mendaftar adalah siswa yang memiliki prestasi unggul, serta rekam jejak prestasi akademik yang terdapat dalam Pangkatan Data Sekolah dan Siswa (PDSS). 

Sekolah yang terakreditasi A hanya boleh mengirim 40% siswa terbaik di sekolahnya. Sekolah dengan akreditas B hanya boleh mengikutisertakan 25% siswa terbaik di sekolahnya, dan sekolah dengan akreditasi C hanya boleh mengirim 5% siswa terbaik di sekolahnya.  

Pemeringkatan seperti itu dilakukan oleh system Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) berdasarkan nilai mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris. Ditambah lagi dengan mata pelajaran Kimia, Fisika, Biologi (jurusan IPA), Sosiologi, Ekonomi, Geografi (jurusan IPS), Sastra Indonesia, Antropologi, salah satu Bahasa Asing (jurusan Bahasa), Kompetensi Keahlian (untuk SMK).

Butuh Proses

Kelihatannya proses kelulusan di PTN lewat SNMPTN itu sangat mudah, cuma melihat hasil rapor. Itu saja. Tetapi, proses mendapatkan hasil rapor yang memuaskan, semuanya membutuhkan proses yang panjang. Dan, terkadang pada saat menjalani proses ini dilalui dengan perjuangan, biaya yang tidak sedikit dan bahkan berjuang dengan air mata.

Tiga tahun belajar di SMA, hampir setiap malam anakku melewatinya dengan belajar hingga larut malam. Bertumpuk-tumpuk buku di atas tempat tidur menjadi bukti tiada hari tanpa belajar. Belum lagi bantuan dari kelas-kelas online yang diikutinya. Setahun terakhir, dia juga mengikuti bimbingan belajar, karena orangtuanya sudah tak sanggup membantu menyelesaikan masalah belajarnya.

Biaya yang terkuras juga relatif banyak. Biaya transportasi saat belajar kelompok, pergi bimbel, daftar kelas online, serta membeli semua buku mapel di sekolah beserta buku-buku penunjang, buku tulis, pulpen, stabilo, dll.  

Sudah belajar sedemikian, masih juga ditambahi dengan air mata. Anakku sering berlinang air mata saat perjuangannya terkalahkan oleh siswa lain yang dengan mudah menyontek atau membuka buku saat ulangan demi mendapatkan nilai terbaik. 

Seolah-olah perjuangannya sia-sia. Dan memang, mereka yang menyontek atau membuka ulangan dengan mudah mendapatkan nilai lebih baik. Siswa yang berbuat curang itu tidak sebatas ulangan semester saja, bahkan saat UNBK berlangsung pun masih melakukan kecurangan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline