Lihat ke Halaman Asli

Diplomasi Era Khulafaur Rasyidin: Ali bin Abi Thalib

Diperbarui: 29 Oktober 2019   10:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ali bin Abi Thalib merupakan keturunan bani Hasyim, pada saat Rasulullah menyeru pada islam ia masih sangat muda. Dari empat keluarganya yang memiliki hubungan darah dengan Rasulullah yang berkumpul, hanya Ali yang merespon positif ajakan Rasulullah. Sejak hijrah ke Madihan, Ali ikut serta dalam semua peperangan dan ia kecewa ketika diminta Rasulullah untuk menjaga rumahnya saat Rasulullah memimpin perang Tabuk. 

Ali dinikahkan dengan putri kesayangan Rasulullah, Fatimah. Beliau juga seorang sekertaris Nabi yang menuliskan wahyu dan pembuat draft perjanjian Hudaibiyah serta menolak penghapusan kata "Muhammad Rasulullah" ketika Rasulullah memintanya. Ali pernah diutus ke Yaman untuk menyampaikan pesan-pesan islam kepada penduduk dan berhasil menyampaikan pesan islam dengan dengan sukses. Dan kembali ke Madinah untuk menemani Rasulullah melakukan haji Wada'

Selama lima hari sejak terbunuhnya Utsman, jalan-jalan Madinah dipenuhi gerombolan manusia yang mengelilingi Madinah. Khalifah akan dikuburkan pada malam hari, keluarga Utsman melarikan diri ke Mekkah demi keselamatan jiwanya, chaos dan kebingungan melanda kota. Dalam atmosfer yang penuh dengan ketakutan, horor dan tidak berlakunya huku, sehingga Ali terpaksa menerima tampuk kekhalifahan.

Kasus pertamnya, penuntutan untuk menyelesaikan mengenai pembuhuna terhadap Utsman. Tuntutan ini datang datang dari berbagai pihak, namun tidak ada seorangpun yang dapat memberikan titik terang. Agitasi ini dipenuhi oleh tuntutan mereka dengan cara pandang mereka masing-masing. Dan Ali menyerukan untuk bersabar dan tenang, namun isu ini terus menyebar dan menjadi sumber ketegangan sepanjang hidupnya dengan bani Umayyah.

 Perang Jamal yang diawali dengan keinginan Thalhah dan Zubair untuk diangkat menjadi gubernur, namun ditolak dengan halus oleh Ali dengan alasan ia membutuhkan sahabat senior untuk tetap di Madinah untuk berkonsultasi  dan bermusyawarah. Kebijakan ini merupakan kebijakan Umar dimana para sahabat tidak diperkenankan untuk keluar Madinah.

Namun, Thalhah dan Zubair merencanakan untuk pergi ke Mekkah dengan berpura-pura akan menunaikan haji. Di Makkah mereka berdua berkumpul menjadi oposisi yang menginginkan balas dendan dan segera dijatuhkan atas pembunuh Utsman dan mereka mencari dukungan, Aisyah istri Rasulullah.

Namun, Ali tidak membalas dengan cara kekerasan, fokusnya untuk tujuan damai.  Karena Ali sadar bahwa tindakan diskriminatif akan menggiring pada permasalahan yang baru. Sehingga untuk menghindari pertumpahan darah, Ali mengirimkan seorang sahabat sebagai utusan khusus untuk Aisyah, saat ditanya misi tentang misi apa yang dibawanya.

Aisyah menjawab bahwa misi ini misi damai.  Ali sendiri mulai negosiasi dengan Thalhah dan Zubair dengan harapan menghasilkan rekonsiliasi. Namun adanya pihak ketiga yang ingin memecah belah umat islam, akhirnya mereka diadu domba dan merasa terhianati akhirnya meletuslah perang.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline