Lihat ke Halaman Asli

Alia Fathiyah

A mom of 3- Writerpreneur, Getpost.id- IG: @aliafathiyah Twitter : @aalsya - Email: alsyacomm@gmail.com - visit : https://www.aliaef.com - Youtube: VLOG AAL

Wanita di Pojok Coffee Shop

Diperbarui: 20 April 2021   22:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Bab 1

Wanita di Pojok Cofee Shop


Dia lagi. Duduk sendiri di pojokan kafe. Asik merenung, memperhatikan jalanan lewat jendela kaca. Terlihat asik. Tekun. Tak bergeming di tengah riuh kafe. Tak ada yang peduli kepadanya. Dia pun juga tak perduli dengan sekitarnya.


Pandangannya terlihat menerawang jauh. Entah apa yang ada di dalam pikirannya. Aku tak paham.
Dia lagi. Wanita di Pojok kafe itu. Mulai menarik perhatianku. Beberapa kali aku datang untuk melepas penat sesaat dengan kerjaan kantor, dia nyaris selalu ada. Di tempat yang sama. Posisi yang sama. Tak bergeming. Di depannya ada secangkir minuman, entah latte atau cappucino.


Sebulan lalu aku tak menghiraukannya. Sama seperti pengunjung lainnya. Semakin hari, tanpa kusadari, dia mulai menarik perhatianku. Wajahnya kadang tersenyum kecil. Kadang terpekur lama.


Sore itu, dia mengenakan kulot hitam semata kaki. Blus hitam sepinggang. Pantopel teplek. Rambut sebahunya diikat. ada poni di wajahnya yang tirus.


Dia tidak terbilang cantik. Biasa saja. Menjurus manis. Hidung tidak terlalu mancung, bibir bawah agak penuh. Mata agak menyipit tapi bukan terlihat oriental. Kulitnya sawo matang. Tubuhnya mungil, tidak terlalu gemuk atau kurus. Alisnya agak tebal. Jika tersenyum, terlihat ada ginsul di samping kirinya.


Aku makin penasaran padanya. Sampai sedetil itu aku melihatnya. Siapa wanita itu? Usianya sudah tidak muda. Sekitar 40 tahun awal. Dia sudah menikah, terlihat cincin di jari manis. Matanya itu...


Aku menoleh kaget, sekilas aku melihat dia menghapus matanya. Apakah sore itu ada air mata? Ingin rasanya aku mendekat dan menghiburnya. Mungkin memberikan bahuku untuk dia menangis. Mungkin.


Dia tak bergeming. Dia melihat handphone. Menghabiskan kopi di cangkir lalu beranjak pergi. Dia melewatiku. Wangi parfumnya masuk ke dalam hati dan jiwaku. Rumah. Aku merasa ada di rumah...
__
Seminggu sudah aku tak melihat dia. Terasa ada yang hilang. Kursi nya kosong, atau ada orang lain yang menempati. Kemana dia? Aku melihat ke sekeliling coffee shop. Dia tak ada.

"Mas nyariin mbak-mbak yang biasa duduk di situ ya," barista di depanku menunjuk dengan dagunya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline