Fabel Kebun Binatang: Ketika Babi Jadi Menteri
Di sebuah kebun binatang yang dulu penuh kedamaian, terjadi perubahan besar. Hewan-hewan yang selama ini hidup bersama dalam keadilan, mendadak harus menghadapi realita baru di bawah kepemimpinan seekor babi yang haus kekuasaan.
Proklamasi Kebun Binatang yang Baru
"Segala angsa berhak atas padi, segala bebek berhak atas kolam, dan semua cacing berhak atas tanah!"
Begitulah deklarasi kemerdekaan yang disahkan setelah revolusi kecil yang menggulingkan Tuanku Manusia yang rakus. Hewan-hewan bersorak, ayam berjanji tak akan lagi dipaksa bertelur dua kali sehari, sapi bersumpah tak akan dikurung di kandang sempit, dan kambing menumpahkan air mata bahagia: "Akhirnya, kami merdeka!"
Amandmen 'Yang Memimpin Harus Makan Lebih'
Tiga bulan setelah revolusi, Bapak Babi Berkacamata, yang kini resmi jadi "pemimpin," mengumumkan amandemen penting:
"Kepala negara harus makan tiga kali lipat padi dari ayam, demi menjaga kesehatan dan produktivitas. Kalau tidak, nanti nggak kuat ngurusin rakyat!"
Ayam protes: "Kami yang bertelur, kok jatah kami dikurangi?"
Babi tersenyum penuh kemenangan: "Gampang! Kami perlu energi ekstra buat rapat sampai tengah malam. Apalagi, rapatnya cuma catatan kosong dan makan kerupuk sambil nonton TikTok."
Padahal, rapatnya cuma soal 'strategi' yang sebenarnya cuma ngobrol santai dan ngemil. Tapi ya, namanya juga pemimpin, harus kelihatan sibuk!
Proyek Nasional "Padi Emas Untuk Semua"
Babi meluncurkan program Padi Emas: impor padi untuk rakyat.
Tapi, kenyataannya: 90 juta butir dikirim ke gudang keponakan Bapak Babi, milik PT Babi Makmur Sejahtera. 9 juta hilang entah ke mana, "dihabiskan untuk snack" saat rapat evaluasi. Dan 1 juta butir dibagikan ke rakyat, tapi berjamur karena disimpan di kandang lembab.
Saat ditanya, Bapak Babi bilang: "Ini bukan korupsi, ini investasi! Padi ini nanti akan kembali ke rakyat setelah di-marketing dulu, pakai aplikasi PadiNow. Bayarnya pakai koin telur!"
Hewan-hewan yang lapar hanya bisa bergumam, "Kapan padi bersihnya datang?"
Jawab staf: "Tunggu launching PadiNow, bayar pakai telur digital!"
Undang-Undang Kontrasuara, "Yang Ngomong Korupsi = Anti-Kebun"
Ketika kambing tua berani menyebut "Babi makan semua, kami cuma dapat kulit ari," Bapak Babi keluarkan UU Kontrasuara:
"Siapa pun yang menyebut 'babi korup' dianggap pengkhianat. Hukuman: dikurung di kandang berduri 10 hari, atau dipaksa jadi influencer babi."
Langkah ini diambil untuk menjaga citra dan kekuasaan Bapak Babi dari kritik yang dianggap mengancam kestabilan kebun.
Setiap kali ada yang berani mengkritik, langsung dikenai hukuman yang membuat siapa pun takut untuk bicara jujur lagi.
Kambing tua yang berani bersuara pun akhirnya dipaksa tampil di TikTok kandang, berusaha menyampaikan pesan damai.
"Hai, generasi muda! Jangan percaya hoaks soal korupsi babi! Kami hidup harmonis!"
Namun, di balik layar, ia dikunci di kandang tanpa rumput, diingatkan bahwa suara kritis bisa membuatnya viral di TikTok kandang, tapi bukan karena pesan positif.
Ketakutan akan hukuman dan pengawasan ketat membuat hewan-hewan lain berpikir dua kali sebelum bersuara, menjaga "keharmonisan" yang sebenarnya penuh ketakutan dan ketidakadilan.
Konferensi Dunia "Kebun Mandiri"
Babi diundang ke Swiss, berpidato penuh percaya diri di depan para diplomat dan tokoh dunia: "Kebun binatang kami adalah contoh demokrasi sempurna! Ada pemilu tiap lima tahun, dengan kandidat tunggal: saya sendiri."
Dengan bangga ia menonjolkan sistem "demokrasi" yang dikendalikan sepenuhnya oleh kekuasaannya, tanpa keberagaman suara.
Ia menegaskan bahwa semua hewan sudah hidup sejahtera dan adil, meskipun kenyataannya berbeda jauh dari kata-kata indah itu.
Saat ditanya soal ketimpangan dan ketidakadilan, ia menunjuk sapi kurus yang berjalan tertatih-tatih: "Itu bukan miskin, cuma gaya hidup! Sapi itu pilih hidup sederhana."
Padahal kenyataan di lapangan, sapi tersebut dipaksa bekerja 18 jam sehari, mengangkut padi ke gudang keponakan babi yang kaya raya.
Kebohongan dan manipulasi fakta ini dilakukan demi menjaga citra 'kebun mandiri', sementara kenyataan di balik layar menunjukkan kekuasaan yang tak adil dan menindas.