Lihat ke Halaman Asli

Alam Semesta

Instructional Designer

Amputasi Kreativitas Oleh Teknologi

Diperbarui: 15 Juni 2019   10:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source: Pexels.com

Saat  saya kecil, media tontonan seperti film belum banyak. Acara televisi juga lebih banyak mengenai keberhasilan pembangunan yang disiarkan oleh TVRI. Dengan penghasilan orangtua yang pas untuk mencukupi kehidupan sehari-hari, nonton di bioskop merupakan suatu kemewahan yang harus ditunda. Ditunda sampai saat ada uang lebih. Ditunda sampai mendapatkan hadiah tiket menonton gratis.


Ketika saya menceritakan hal ini kepada keponakan dan juga mahasiswa saya, mereka bilang hidup saya pasti sangat membosankan. Saya justru merasa hidup saya di masa lalu sangatlah menyenangkan. 

Waktu luang saya, termasuk saat istirahat di sekolah diisi dengan berbagai permainan. Ada permainan bola bekel, lompat tali, lari hadang, engklek, tepok tazoz, yoyo, patok lele, Pancasila lima dasar, balon tiup, dan boneka/kartun kertas. Permainan tersebut memberi kesempatan berinteraksi dengan teman. Kadang kami bermusuhan dan dalam waktu singkat kami juga dengan cepat berbaikan lagi.

Selain bermain, saya juga sangat gemar membaca dan menulis. Biasanya saya tukaran bacaan dengan teman-teman, meminjam dari perpustakaan, atau menyewa dari kios buku. 

Bacaan yang ada juga tentu saja belum sebanyak sekarang. Ada Bobo, Ananda, dan Donal Bebek yang menemai masa SD saya. Saat sudah SMP kelas 3 dan SMA, saya mulai membaca Hai, Gadis, Mode, dan Anita Cemerlang.

Mengirim surat kepada redaksi majalah dan sahabat pena juga menjadi kegiatan yang sangat mengasikkan. Kadang-kadang bisa dapat hadiah menarik dengan mengikuti kuis-kuis di majalah. 

Hadiahnya beragam mulai dari kaos, tas, makanan ringan, sampai dengan uang tunai. Uang tunai di masa itu harus dicairkan di kantor pos karena dikirimkan dalam bentul wesel pos.

Saya mulai mengenal komputer saat masuk SMA. Waktu itu juga saya lebih banyak menggunakan komputer yang tidak terkoneksi ke Internet. Dunia internet baru saya kenal setelah saya masuk kuliah di pertengahan tahun 90an. Namun, secara intensif saya baru mulai banyak menggunakan internet saat saya kuliah S2. 

Itupun karena kampus saya memiliki banyak dosen terbang dari Universitas Indonesia. Dosen tersebut mewajibkan tugas-tugas kuliah yang harus dikirim melalui email.

Sebuah lompatan besar terhadap keharusan saya bergelut dengan dunia digital terjadi saat saya kuliah S3 di Amerika Serikat. Maklumlah, saya mengambil keahlian pengembangan teknologi pembelajaran. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline