Dana Mbojo merupakan daerah yang sangat kental akan jiwa agamaisnya, masyarakatnya yang ramah tamah dan terbuka, menjadikan dana mbojo sangat di kenal dan disegani oleh daerah lain.
Hal yang sangat melekat dalam kepribadian masyarakat dana mbojo pada dasarnya terletak pada nilai-nilai sosial yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan keagamaan yang sering diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Mengaji merupakan kegiatan yang sudah mendarah daging dalam setiap pribadi masyarakat yang telah ditanamkan sejak dini, guna menjadikan AL -- Quran sebagai kitab suci sekaligus pedoman dalam segala aspek kehidupan.
Upaya pembumian Al --Quran menjadi harga mati masyarakat dana Mbojo untuk menunjukan jati diri yang sebenarnya, dimana di setiap surau dan rumah -rumah penduduk terdengar lantunan ayat-ayat suci Al -- Quran yang dilantunkan oleh masyarakat dana Mbojo. Tua muda berpadu dalam satu ikatan iman yang menaklukan suasana magrib yang penuh dengan kesunyian. Jiwa islami yang kini telah mendarah daging itu harus tetap dipertahankan bahkan harus dikembangkan sehingga nantinya menjadi pondasi untuk membangun dana mbojo kedepan yang lebih maju, tentu saja berlandaskan IMAN dan TAQWA.[1]
Kata kunci : Mengaji, Kepribadian, Keagamaan, Pedoman.
Dana merupakan bahasa Mbojo ( Bima ) yang berarti "tanah".
Jadi dana mbojo berarti tanah mbojo/bima atau daerah bima.
Pentingnya peningkatan program magrib mengaji.
Mengaji merupakan faktor yang sangat penting bagi umat Islam, khususnya bagi para pemimpin kota Bima. mengingat Kota Bima merupakan daerah yang kental dengan nuansa agamanya, sangatlah naif apabila terdapat pemimpin daerah yang tidak bisa mengaji karena bukankah Al -- Quran merupakan dasar hukum dan kitab suci umat Islam yang selalu menjadi pedoman dalam segala aspek kehidupan.
Apabila pemimpin tidak bisa mengaji, patutkah menjadi contoh dan teladan bagi masyarakat yang nota bene mayoritas beragama Islam ini? Bukankah pada dasarnya pemimpin tidak hanya mengurus masalah politik dan pemerintahan tetapi juga mengurus persoalan ketimpangan moral yang merupakan efek dari persoalan sosial keagamaan.
Hal ini acap kali menjadi masalah yang dihadapi di dalam kehidupan bermasyarakat. Dalammenyelesaikan persoalan di dalam masyarakat, khususnya persoalan mengenai keagamaan, tentu kita membutuhkan pemimpin yang paham tentang agama. Sementara dasar dari agama tersebut tentu saja harus bisa mengaji dan merealisasikannya dalam kehidupan.[2]
Belajar mengaji bagi masyarakat Bima pada masa-masa sebelumnya merupakan hal wajib. Oleh sebab itu, tidak heran banyak orang tua yang menilai seseorang dari kemampuannya membaca Al -Quran. Alasannya, orang yang bisa membaca Al-quran dengan baik, dengan sendirinya dapat melaksanakan sholat dengan baik pula dengan demikian moralnya juga relatif baik.