Lihat ke Halaman Asli

Akbar Ramadhan

Periset dan Content Writer Validnews.id

Napak Tilas Pergeseran Budaya Maritim ke Agraris di Indonesia

Diperbarui: 16 Januari 2024   17:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Kapal Laut. Sumber: Kompas/Supriyanto

Sejak kecil, kita pasti pernah diceritakan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah pelaut.

Dan ternyata cerita tersebut benar lho sobat.

Di masa lampau, Indonesia yang kala itu bernama Nusantara masih sangat kental dengan budaya maritim. Bahkan, sejak masa Kerajaan Sriwijaya, pelaut-pelaut ulung dari Kepulauan Nusantara mampu menguasai lautan dunia dan menjadikan Nusantara sebagai poros maritim dunia.

Mengacu pada teori keunggulan mutlak dan komparatif,  perdagangan luar negeri yang dalam konteks masa lampau berarti perdagangan antara kerajaan dapat memberi manfaat bagi perekonomian. Dengan hal itu, kondisi geografis Nusantara yang berupa kepulauan dan berlokasi di antara dua samudera, yakni Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, dan adanya kebutuhan untuk melakukan perdagangan antar kerajaan, mengharuskan masyarakat Nusantara untuk berorientasi maritim dan menjadi pelaut yang tangguh.

Ketangguhan pelaut-pelaut di Nusantara telah digambarkan oleh perjalanan sejarah dua Kerajaan besar di Nusantara, yaitu Sriwijaya dan Majapahit.

Budaya Maritim pada Masa Lampau

Kejayaan maritim Nusantara dimulai dari masa Kerajaan Sriwijaya.

Sriwijaya merupakan kerajaan maritim terbesar pertama di Asia Tenggara  yang menguasai selat dan perairan di Kawasan Asia Tenggara dari abad ke-10 hingga 12. Cakupan kekuasaannya meliputi Sumatera, Jawa, hingga Tanah Genting Kra di Semenanjung Malaya.

Kebesaran Sriwijaya dalam pergulatan maritim dunia, salah satunya digambarkan oleh seorang penulis dari Tiongkok,  yaitu Chou Ku-Fei yang pernah berlayar ke Pelabuhan Sriwijaya pada 1178 Masehi. Menurut catatannya, kapal-kapal asing yang  berlayar melalui perairan Nusantara akan disergap bila tak masuk Pelabuhan Sriwijaya atau membayar tol.

Selain itu, Michael Flecker (2007) dalam artikelnya yang berjudul "The SouthChinaSea Tradition: the Hybrid Hulls of SouthEast Asia" menuliskan bahwa antara abad ke-8 hingga 12 Masehi, awak kapal yang mengangkut komoditas perdagangan internasional di Asia Tenggara mayoritas berasal dari Sriwijaya. Kemudian, pelaut-pelaut ulung Sriwijaya juga turut andil dalam kegiatan pengiriman kargo ke Tiongkok dan India.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline