Lihat ke Halaman Asli

Aji NajiullahThaib

Pekerja Seni

Mengubah Impian Lewat Kekuatan Tulisan

Diperbarui: 24 September 2021   08:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: doc.pribadi

Mengubah Impian Lewat Kekuatan Tulisan


Tidak banyak orang percaya kalau sebuah kata-kata yang disusun sedemikian rupa menjadi sebuah kalimat, bisa mengubah keadaan. Saya sudah membuktikannya, makanya berani untuk mengatakannya.

 Seorang Napoleon Bonaparte pemimpin Revolusi Perancis yang sangat revolusioner, lebih takut pada ketajaman Pena tenimbang seribu bayonet. Seperti yang dikatakannya:

"Saya lebih takut menghadapi satu pena wartawan daripada seribu bayonet musuh."

Ucapan tersebut memang terkesan hiperbolis. Tapi, tidak bagi seorang Napoleon Bonaparte. Dia sudah menghadapi berbagai situasi perang, dan dia juga sudah bisa memperhitungkan kekuatan persenjataan lawan. Lawannya sudah ditaklukkan. Baginya tentara musuh itu biasa saja. Mereka mati dengan timah panas yang bersarang ditubuhnya.

Ternyata, yang dianggap lebih membahayakan adalah seorang wartawan. Peluru kata-kata yang ditembakkan dengan tajam bukan sekadar menyerang secara fisik, tapi juga menyerang otak dan menusuk hati. Kekuatan itulah yang dianggap Napoleon lebih revolusioner. Bisa menggerakkan manusia dan memporakporandakan keadaan.

Ilustrasi diatas merupakan sebuah refleksi dari kekuatan sebuah tulisan, yang merupakan susunan huruf menjadi kata dan kalimat, yang bisa mengancam juga mengubah keadaan seketika. Saya berani katakan itu karena saya pun sudah membuktikannya.

Saat masih mahasiswa yang tinggal di Asrama Mahasiswa, saya memiliki kegelisahan tentang keadaan asrama yang saya tempati bersama-sama teman satu daerah. Kebetulan saat itu saya juga menjadi salah satu pengurus asrama. Asrama yang kami tempati saat itu tinggal menunggu waktu untuk roboh, karena sudah dimakan usia.

Sebagai mahasiswa, saya juga aktif di media organisasi mahasiswa daerah, dan ikut mengelola media tersebut. Pada saat itu (tahun 1984), posisi kami sebagai mahasiswa dan penghuni asrama, berseberangan dengan pemerintah daerah. Inilah hal yang sulit untuk meminta bantuan Pemda. Terbetik dalam pikiran saya menulis sebuah agitasi lewat wawancara saya sebagai pengurus dengan saya sebagai Redaksi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline