Lihat ke Halaman Asli

Aji NajiullahThaib

Pekerja Seni

Ambiguitas Penerapan PSBB dan Physical Distancing di Tengah Darurat Covid-19

Diperbarui: 13 April 2020   07:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)(KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo)

Di tengah situasi darurat covid-19, berbagai aturan pun dibuat dan berlaku bersifat darurat, sehingga akurasi ketegasan dalam penerapan pun bersifat mengambang penuh ketidak-pastian.

Keraguan menerapkan lockdown atas dasar berbagai konsekwensinya, berakhir dengan munculnya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang tetap mengutamakan physical distancing.

Namun dalam aplikasinya tetap saja terkesan ambigu, secara tidak disadari tetap saja menciptakan keramaian, untuk kepentingan tertentu, yang pada akhirnya memberikan kesan ketidak-tegasan terhadap aturan yang dibuat sendiri.

Physical distancing, jauh hari sudah ramai digaungkan, ada yang dipatuhi, namun ada juga tetap dibiarkan terjadinya kerumunan, bahkan baik pemerintah pusat maupun daerah, tanpa sengaja tetap menciptakan kerumunan demi sebuah seremonial.

Kalau yang membuat aturan sendiri tidak bisa mematuhi aturan yang sudah dibuat, lantas pertanyaannya adalah, peraturan tersebut dibuat untuk siapa? Untuk dipatuhi atau untuk dilanggar sendiri?

Aturan Cucuk-cabut

Begitu mudahnya sebuah aturan dianulir oleh atas nama pemilik otoritas wewenang. Satu pejabat mengeluarkan aturan, dengan mudah dicabut aturannya oleh pejabat lain yang lebih memiliki wewenang.

Baru satu hari diterapkan, keesokan harinya aturan tersebut sudah berubah lagi. Memang sih dalam keadaan darurat apapun bisa terjadi, aturan yang dibuat dalam keadaan darurat pun bisa seenaknya berubah seketika.

Diadakannya Kementerian sosial, untuk mengurus berbagai hal yang menyangkut kesejahteraan rakyat, termasuk juga soal distribusi sembako dan bantuan sosial bagi masyarakat, di tengah bencana covid-19.

Namun dilapangan masih terlihat Presiden malah ikut bagi-bagi sembako, yang berakibat pada terjadinya kerumunan massa. Begitu juga kepala daerah, tanpa sengaja mengumpulkan jurnalis hanya untuk sebuah konfrensi Pers.

Di tengah anjuran physical distancing, terjadinya situasi seperti tersebut diatas, akan menimbulkan berbagai pertanyaan yang membuat masyarakat bingung. Pemimpin yang diharapkan menjadi role model penerapan kebijakan, malah memberikan contoh yang tidak baik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline