TKA menggantikan UN berpeluang mencipta evaluasi pendidikan yang lebih inklusif, adil, dan relevan di Indonesia.
Pendidikan memang selalu jadi topik yang tak pernah habis dibicarakan. Baru-baru ini, ada perubahan besar soal cara evaluasi pendidikan, yaitu dengan mengganti Ujian Nasional (UN) dengan Tes Kompetensi Akademik (TKA). Apa bedanya TKA dengan UN?
Pengenalan TKA sebagai Pengganti UN
TKA menggantikan UN karena adanya kritik terhadap ujian yang dianggap tidak menyeluruh. UN hanya fokus pada ujian tertulis, padahal siswa punya banyak aspek lain yang penting, seperti keterampilan dan kreativitas.
Makanya, pemerintah memutuskan mengganti UN dengan TKA. TKA akan diterapkan di SMA pada 2025, lalu di SD dan SMP setahun setelahnya.
TKA lebih fleksibel dan adaptif. Kalau UN jadi penentu kelulusan, TKA tidak. TKA hanya jadi indikator kenaikan jenjang pendidikan dan seleksi PTN. TKA ini fokus pada evaluasi proses pendidikan, bukan cuma hasil akhir.
Tapi, apakah perubahan ini benar-benar berdampak positif?
Tantangan dalam Implementasi TKA
Penerapan TKA tidak lepas dari tantangan. Salah satunya adalah kesenjangan pendidikan antar daerah.
Menurut Ferdiyana Indrakusuma di Kompasiana (2021), pendidikan di pedesaan masih jauh tertinggal dibandingkan kota, selisihnya mencapai 20%. Ini jadi masalah besar, apalagi kalau TKA dipakai untuk seleksi PTN.
Siswa dari daerah dengan fasilitas pendidikan terbatas bakal kesulitan. Mereka mungkin tidak punya akses ke pelatihan atau bahan ujian berkualitas.
Semua itu lebih mudah diakses oleh siswa di kota besar. Tanpa upaya pemerataan, TKA justru bisa memperburuk ketimpangan yang sudah ada.