Lihat ke Halaman Asli

Post Power Syndrome, Apa dan Bagaimana?

Diperbarui: 18 Juni 2015   02:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14093926071911708289

Post Power Syndrome

Pasti terjadi, hadapi dengan ilmu, latihan dan dukungan sosial/komunitas

Apa itu?


Syndrome karena kehilangan power dalam waktu “sekejap”.

Semua yang “sekejap” memang berbahaya.  Tiba-tiba dapat power besar sama berbahayanya dengan tiba-tiba kehilangan power.

Saat bekerja di usia 20-an, kita memulai karir dengan power yang sedikit.  Perlahan-lahan kita membangun karir, yang otomatis, perlahan-lahan kita meningkatkan power yang kita miliki.   Dalam 30 tahun, power naik perlahan, tapi tiba-tiba power menjadi hilang. Lihat ilustrasi gambar 1 berikut. :


Normalkah…?


Sangat normal, kita semua pernah dan akan terus mengalaminya.  Kita selalu membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan, contohnya:


  • Naik pesawat ulang-alik, terbang vertikal keatas, lebih menyakitkan daripada naik pesawat yang perlahan-lahan terbang tinggi.
  • Turun secara tiba-tiba di udara (jatuh, naik roller coaster) lebih menyakitkan dari pada turun naik parasut.
  • Kalau ingin mendaki gunung tinggi (4000 m), kita tidak boleh langsung naik. Kita harus iklimisasi (adaptasi lingkungan) 1 minggu di ketinggian yang perlahan naik (2000 m, 2500 m,  3000 m).
  • Kalau kita menyelam dan ingin naik ke permukaan, naiknya harus perlahan, kalau tidak paru-paru bisa meledak.


Tapi kita, manusia, diberi akal dan ilmu untuk mengatasinya.

Gejalanya Apa?


Gejala tergantung individu, tapi secara umum:


  • Selalu berusaha menunjukkan punya power

    • Bercerita terus menerus dan berulang-ulang tentang kesuksesan.
    • Membeli barang yang tidak perlu
    • Tidak bersedia dan tidak senang dinasehati

  • Sangat sensitif, mudah tersinggung dan marah

    • Tidak dibuatkan teh manis, tersinggung.

      • “jangan mentang-mentang Bapak sudah pensiun ya, buatin teh manis saja tidak mau”
      • “awas ya, biar sudah pensiun Bapak masih sanggup beli teh manis sendiri”
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline