Lihat ke Halaman Asli

AGUS WAHYUDI

TERVERIFIKASI

setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Membincang Pendidikan, Ini 7 Catatan Bapak Statistika Indonesia

Diperbarui: 4 Februari 2021   18:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kresnayana Yahya. Foto dok/enciety

Melewati bulan pertama di tahun 2021, saya merekam banyak hal tentang dunia pendidikan. Salah satu tokoh yang menjadi rujukan saya adalah Kresnayana Yahya. Dosen ITS yang mendapat julukan Bapak Statistika Indonesia. Saya banyak mendapat insight dari sosok yang satu ini.

Kresnayana sangat concern dengan perkembangan pendidikan di Tanah Air. Pria kelahiran Jakarta, 3 Agustus 1949 itu, bicaranya selalu lantang. Tanpa tedheng aling-aling. Mewakili karakter Arek Suroboyo yang egaliter, berani, dan punya solidaritas sosial yang tinggi.

Banyak ide dan gagasan orisinal lahir dari Kresnayana. Seperti saat terjadinya keriuhan soal rencana sekolah 8 jam. Dia menilai betapa pentingnya kebijakan itu. Pola kurikulum sekolah hanya menitikberatkan pembelajaran teori dalam kelas. Padahal, jika ingin efektif, harus disertai praktik langsung di luar kelas. Karena skill siswa dapat terasah dan lebih terarah.

Dia juga yakin sekolah 8 jam tersebut tidak mengurangi waktu anak untuk berinteraksi dengan keluarga. Justru sebaliknya, sekolah 8 jam membantu siswa berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Pun siswa bisa memanfaatkan waktu luang dan bermain.

Berikut tujuh catatan Kresnayana Yahya tentang pendidikan yang bisa saya rangkum dan menjadi renungan kita semua.

Pertama, dengan tidak diberlakukannya ujian nasional, guru tidak tidak lagi dituntut untuk membuat murid-muridnya lulus, melainkan memberikan kebebasan dalam mengajar. Terutama dalam memberikan pendidikan yang lebih berkarakter. Karena untuk mengukur keberhasilan guru tidak lagi diukur berdasarkan keberhasilan anak didiknya lulus ujian nasional.

Dengan pola pendidikan berkarakter berbasis kreativitas, para tenaga pendidik diharapkan dapat menghasilkan individu-individu yang tahan banting. Terutama untuk menghadapi sektor perekonomian yang saat ini sedang berkembang dan tidak dapat ditebak arahnya.

Kedua, diperkirakan 80 persen internet traffic dihabiskan untuk membuka konten video. Hal ini menyebabkan para murid menjadi bosan ketika melihat gurunya mengajar di depan kelas. Sentra pendidikan tidak lagi hanya berada dalam di dalam kelas.

Di sekolah, di dalam kelas anak-anak harusnya belajar bagaimana caranya belajar, learn how to learn. Bukan hanya materi yang diajarkan sebanyak-banyaknya, melainkan anak dirangsang untuk belajar dan mendapatkan ilmu pengetahuan. Kalau semua materi diajarkan dalam kelas, ya jelas waktunya tidak cukup dan tidak efektif.

ilustrasi foto: idevelopcourses.com

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline