Lihat ke Halaman Asli

agus siswanto

tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Childfree, Pilihan Hidup yang Menentang Kodrat Kehidupan

Diperbarui: 10 Februari 2023   11:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Illustrasi kehadiran anak menjadi pembeda dalam sebuah keluarga. (sumber: merdeka.com)

Istilah childfree beberapa hari belakangan ini mengemuka. Seperti biasa media sosial yang berjasa mengangkat permasalahan ini ke permukaan. Sehingga semua pihak pun mengomentari istilah ini.

Munculnya istilah childfree bermula dari apa yang diungkapkan oleh Gita Savitri yang mengatakan telah mempunyai kesepakatan dengan suaminya untuk tidak mempunyai anak. Sampai di sini, hal itu wajar saja. Sebab bagaimanapun juga keputusan untuk tidak mempunyai anak merupakan hak setiap orang. Apalagi jika hal itu sudah dikomunikasikan dengan pasangannya.

Ungkapan childfree seperti apa yang dikatakan Gita Savitri, sepintas sama dengan kekhawatiran resesi seks yang tengah melanda di beberapa wilayah dunia. Untuk kawasan Asia, gejala ini melanda Jepang, Korea Selatan, dan Singapura. Di tiga negara ini, pemerintah dipusingkan dengan langkah beberapa pasangan muda yang menolak untuk mempunyai anak.

Alasan yang mereka sampaikan hampir seragam. Pertama berkaitan dengan jenjang karir atau pendidikan yang tengah mereka jalani. Para pasangan muda di negara-negara ini menganggap dengan mempunyai anak, akan banyak kegiatan mereka dalam upaya mencapai karir terganggu. Hal ini akan mulai terlihat saat mereka menjalani masa kehamilan, hingga perawatan anak.

Alasan kedua terkait dengan finansial. Biaya hidup yang begitu tinggi di Tokyo, Seoul, maupun Singapura, membuat mereka berpikir seribu kali untuk mempunyai anak. Bahkan beberapa pasangan yang sudah mempunyai satu anak, mengatakan tidak pernah punya pikiran untuk menambah anak lagi. Alasan yang dikemukakan adalah pertimbangan finansial. Sebab keberadaan anak bukan tidak mungkin akan menguras tabungan mereka.

Sampai di sini terlihat benang merah antara childfree dan resesi seks. Letak persamaannya adalah sama-sama tidak menghendaki kehadiran anak dalam keluarga mereka. Berbagai alasan yang muncul dianggap sebagai pembenar dari langkah itu.

Lalu apakah fenomena ini sudah ada di Indonesia? Jawabannya, pasti ada. Terutama jika kita lihat pada kehidupan di kota-kota besar kita, dan pandangan kita menyasar pada para wanita karir.

Meskipun tidak pernah diungkap secara jelas, beberapa pasangan muda telah membuat kesepakatan dengan pasangannya untuk tidak mempunyai anak. Minimal dalam jangka waktu tertentu. Mereka fokus pada target karir yang hendak dicapai. Jika kesepakatan itu bersifat sementara, maka pada saatnya mereka sepakat untuk mempunyai anak.

Namun di sisi lain, muncul pula beberapa wanita yang bersikap ekstrim. Mereka mau menikah dengan catatan tidak mau memiliki anak. Wanita golongan inilah yang dapat dikategorikan sebagai barang langka di negeri ini. Walaupun secara hak azazi itu adalah hak yang tidak boleh diganggu gugat.

Sikap yang diambil semacam ini secara sederhana dapat diartikan sebagai bentuk perlawanan terhadap kodrat seorang wanita. Dalam kajian agama atau budaya, wanita dan anak-anak adalah sebuah sisi kehidupan yang tidak dapat dipisahkan. Demikian pula ikatan pernikahan. Muara dari ikatan ini adalah mempunyai anak yang kemudian menjadi penerus garis keturunan orang tua.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline