Lihat ke Halaman Asli

Agus Subali

Penikmat keheningan.

Serpihan Cerita dari Undangan "Sound of Borobudur" (1)

Diperbarui: 11 Oktober 2022   13:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Alhamdulillah, namaku muncul diantara 10 pemenang Blog Competition Kompasiana yang bertema Sound of Borobudur. Pastinya seneng banget. Dalam hati ingin teriak kencang, sambil tangan mengepal impressif. Namun, saat itu aku berada di kantor di kelilingi teman sejawat. Kesadaranku sebagai orang dewasa yang slow harus tetap terjaga. Imej kalem harus tetap terbangun. Rontoklah reputasiku jika ekspresi ala-ala ABG itu tiba-tiba melingkupi diriku. Uups!

Merasa kurang yakin, benarkah itu aku? sengaja ku tekan exit, keluar dari website Kompasiana. Banyak orang yang terobsesi sesuatu sampai dirinya berhalusinasi. Ada banyak cerita seorang pemuda yang mendambakan motor, karena tidak bisa beli, dirinya naik sepeda dan mulutnya berbunyi seperti motor bruuum..bruuummm..bruummmm. Ada pula orang yang ingin menjadi Michael Jackson, pakaiannya, bahasanya dan cara berjalannya seperti apa yang diimajinasikan. Duh amit-amit jabang bayik, enggak deh! Aku hanya takut terkena sindrom semacam itu. Pastinya itu sungguh mengerikan, hehe

Aku masuk lagi ke website Kompasiana dengan penghayatan berlebih. Jantung tetap berdetak lebih kuat dari biasanya, ku cari pilihan EVENT, saya klik muncul Tulisan Pengumuman Pemenang. Dan ada tautan Selamat Kepada 10 Pemenang yang Berhasil Raih Kesempatan... . Saya klik mouse dua kali dengan jari telunjuk. Muncullah nama-nama sepuluh pemenang itu. Namaku ada di posisi nomor sembilan. Kutekan tautan,"Denting Peradaban Berbunyi di Borobudur" tak seberapa lama nyambung ke alamat blog saya, "yess" itu karyaku. Ku ambil ponsel, chat Istriku. Karena aku yakin yang dimaksud Kompasiana adalah diriku yang fana ini.

 "Ma, Papa menang Event Kompasiana" ku tambahi emo alay di belakang chat (mata mendelik satu dan satunya lagi terpejam, dan lidah terjulur)

 dua puluh menitan tidak ada balasan, mungkin istri lagi sibuk. Baru menit ke 25 ada balasan masuk

" Alhamdulillah Pa, mimpi Papa ingin dekat Borobudur tercapai" Balas istriku

Hari itu, Rabu 9 Juni 2021, pikiranku senang dan tenang. Entah, nantinya ikut tour apa tidak, aku tidak peduli. Bagiku terpenting, mampu berada di dalam "10 spesies terpilih" yang dipanggil ke Borobudur, untuk menyambangi dan mendengarkan alunan musik yang ribuan tahun terbungkam.

Kenapa Borobudur begitu istimewa buatku? Karena Borobudur memang istimewa. Saya yakin masyarakat yang menyukai Budaya Nusantara akan tergelak gairahnya kalau mengkaji candi Impressif dengan struktur khas punden berundak. Peradaban yang menggiring masyarakat Nusantara berlabel masyarakat kosmopolitan di zamannya. 

Pusatnya peradaban! Ini bukan pandangan Chauvinis, ini realita dan fakta. Ada bukti, tinggalan peradaban yang bisa disuguhkan. Karena memang itu buktinya. Sebelum moment ini pun, diriku selalu bercerita ke anak didik;

"Abad ke-8 apa kamu tahu Amerika saat itu? Di sana hanya ada byson, gerombolan byson yang dikejar-kejar pribumi Amerika. Kamu tahu Australia--negara jiran kita di selatan itu--hanya dihuni oleh kangguru liar, dan kamu tahu Singapura, wilayah itu dihuni kalong dan trenggiling"  

Apakah aku rasis dengan menguak fakta itu? Ku coba untuk menjawab sendiri, tidak! aku tidak rasis, aku hanya jengkel kenapa mereka lebih maju dari Nusantara saat ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline