Lihat ke Halaman Asli

Agung Wasita

pegawai swasta

Mencegah Terorisme dari Hulu

Diperbarui: 18 Oktober 2019   09:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: okezone.id

Sejak tahun 2016 terorisme kian mengkhawatirkan ketika terjadi bom Thamrin yang menewaskan beberapa orang. Aksi itu tergolong nekad karena terjadi dekat dengan jantung pemerintahan (dekat istana) berada di jalan utama Jakarta. Bom juga meledak di gerai starbuck jl Thamrin yang banyak didatangi para ekspartriat dan karyawan.

Aksi terorisme itu bermakna kuat. Mereka seakan mengatakan bahwa 'pertahanan' pemerintah di jantungnya tidak terlalu kuat karena bisa diserang dengan  mudah.  Saat itu ada dua bom yang meledak yaitu di gerai starbuck oleh Ahmad Muhazan  yang mengenakan ransel pada pk 10.39.  

Beberapa detik kemudian bom yang dibawa seseorang yang bernama Dian juni menyerang sebuah pos polisi di jalan Thamrin. Dia menyerang dengan bom tabung dengan sepeda motor. 

Ada 3 orang di pos polisi kala itu, satu polisi tengah berjaga, satu warga sipil yang sedang ditilang dan satu warga yang hanya lewat untuk mengantarkan barang karena dia seorang kurir. Polisi terluka parah tetapi dua sipil meninggal.

Kita bisa berargumen di sini bahwa bagaimanapun terorisme tidak bisa diangap remeh dan kecil. Meskipun kekerasan di Suriah atau dimanapun, di Indoensia juga terdapat benih-benih terorisme yang mungkin terlewat dari pandangan kita selama ini sebagai warga negara

Pendidikan, misalnya. Faktor pendidikan adalah pangkal atau hulu. Dia memegang peran penting untuk menimbulkan intoleransi, radkalisme dan akhirnya terorisme. Intoleransi intinya adalah menolah hal atau pihak yang berbeda dengan kita .Perbedaan itu bisa berbeda adat, berbeda bahasa , berbeda keyakinan dan lainnya.

Jika pendidikan permisif (membolehkan) budaya intoleransi itu maka dalam benak anak-anak didik berkembang pemikiran bahwa boleh saja seseorang meniadakan dengan paksa perbedaan itu karena dianggap tak seharusnya. 

Semisal orang yang berbeda agama. Padahal negara kita ada dan dibangun dengan landasan perbedaan. Sehingga pluralisme dimungkinkan di negara kita.

Tetapi karena pendidikan mengajarkan hal berbeda maka bisa saja sang anak didik membawa pemahaman itu sampai tua nanti dan dia tak segan untuk 'mengganggu' kaum berbeda itu.

Itu yang juga mungkin ada di benak pelaku bom Thamrin. Mereka merasa bahwa gerai Starbuck adalah milik asing maka seharusnya diberangus karena tak sesuai dengan hukum agama.

Karena itu sebagai orangtua mungkin kita harus berupaya mencegah terorisme dari mana saja. Kita perlu menelisik pendidikan yang diterima anak kita dari sekolah maupun dari ngaji mereka. Jangan sampai pihak-pihak itu mengajarkan intoleransi yang berujung terorisme.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline