Lihat ke Halaman Asli

Dinamika Mahasiswa Dulu dan Kini: Masih Perlukah Mahasiswa Berdemonstrasi?

Diperbarui: 7 Juni 2019   14:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: KOMPAS/DIDIE SW

Mahasiswa memiliki peran sentral dalam kehidupan sosial masyarakat. Dengan menyandang "maha" sebagai kata depan mahasiswa membuat kaum ini yang dikenal juga akademisi membuat mahasiswa memiliki tempat khusus didalam masyarakat.

Sebagai stimulus tentunya kita mengingat tragedi mahasiswa 1998 yang diawali dengan penolakan mahasiswa terhadap kepemimpinan presiden Soeharto pada saat itu menjadi awal gerakan reformasi pada 20 tahun lalu. Gerakan ini juga semakin berani menolak terpilihnya soeharto ketuju kalinya Sidang Umum MPR pada 10 Maret 1998. Kondisi ekonomi yang memburuk juga membuat mahasiswa berdemonstrasi diluar kampus.

Menyadari peran mahasiswa dalam gerakan reformasi tersebut membuatnya sering dijadikan patokan untuk bagaimana seharusnya mahasiswa bergerak menjalankan perannya pada zaman sekarang. Lalu muncul sebuah refleksi dalam sebuah  pertanyaan, apakah mahasiswa kini (masih) perlu menggunakan demo sebagai tolak ukur agar disebut sebagai mahasiswa sejati?

Sumber : Dokumen pribadi

Zaman berubah, tantangan berubah, hingga orientasinya pun berubah. Hal-hal ini pun terjadi pada eksistensi mahasiswa. Mengingat bagaimana kita hidup di era milenial dan zaman digitalisasi membuat mahasiswa memiliki pergeseran dalam orienasi menjalankan peran mahasiswa. 

Hal tersebut senada dengan pernyataan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir pada saat memberikan kuliah umum di di Universitas Mataram (Unram), Mataram, NTB mengatakan bahwa mahasiswa merupakan pemeran utama dalam menghadapi tantangan Revolusi Industri 4.0. Oleh karena itu mahasiswa harus mengembangkan potensinya semaksimal mungkin selama kuliah di kampus, tidak hanya di bidang akademik namun juga kreativitas dan inovasi.

Kini mahasiswa memiliki inovasi yang berbeda dalam menyelesaikan masalah (Problem solving). Jika dulu sebelum gerakan mahasiswa 1998, pemuda bangsa harus menggunakan bambu runcing dalam berperang melawan penjajah, lalu tahun 1998, mahasiswa turun ke jalan dalam melakukan gerakan reformasi dan kini mahasiswa harusnya bisa menyelesaikan suatu masalah dengan inovasi-inovasi penyelesaian masalah yang lebih sederhana dengan menggunakan peran teknologi namun juga lebih efektif ketimbang perang dan demo. 

Salah satu contohnya mungkin menggunakan hastag di sosial media, menyebar luaskan suatu masalah lewat sosial media, memang itu saja tidak cukup tapi itu juga telah mampu membuat pihak yang ingin di demo telah terusik secara eksistensial. Hal ini menjadi bukti bagaimana kita bisa menyelesaikan masalah dengan lebih sederhana namun lebih efektif dengan mengoptimalkan peran teknologi.

Budiman sudjatmiko sebagai salah satu aktivis 98 dalam pemaparannya di youtube dengan tema "Mahasiswa Melempem" mengatakan bahwa zaman telah berubah dan teknologi memungkinkan kita dapat menyelesaikan masalah dengan cepat dan lebih efektif. 

Budiman juga menyampaikan bahwa pertanyaan yang harus disampaikan mahasiswa yang juga generasi milenial bukan lagi mengapa tidak demo, namun seyogianya aplikasi, software apa yang telah kamu hasilkan untuk membantu masyarakat.

Tentunya kita berharap mahasiswa bisa lebih optimal menciptakan karya-karya yang membantu masyarakat dan memberi solusi bagi keberlangsungan hidup bangsa kita, pun dunia. 

Penemuan-penemuan mahasiswa seperti mobil listrik, aplikasi anti hoax, sepeda listrik dan banyak lagi di berbagai bidang seperti pendidikan, pertanian, distribusi dan lain-lain menjadi patron terdepan memajukan bangsa ini dengan inovasi-inovasinya yang efektif dalam pengoptimalan peran tekhnologi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline