Pernahkah kamu sedang nongkrong dengan teman, lalu ada yang berkata, "Gue pengen resign, nih. Mau ngejar passion aja!"? Teman-teman yang lain mungkin hanya mengangguk, tetapi dalam hati bertanya-tanya, "Apakah passion itu bisa dipakai untuk bayar cicilan rumah?"
Inilah dilema klasik yang kerap kita hadapi dalam membangun karier. Di satu sisi, hasrat untuk mengejar apa yang kita cintai begitu menggoda. Di sisi lain, realitas ekonomi yang tak terbantahkan menuntut kita untuk berpikir praktis. Lantas, manakah yang lebih baik: mengejar passion atau menghadapi realitas?
Sebelum menjawab, mari kita kupas satu per satu persoalan ini.
A. Memahami Passion dan Kaitannya dengan Karier
Banyak orang meyakini bahwa mengejar passion adalah kunci kebahagiaan. Logikanya, jika kamu bekerja di bidang yang dicintai, kamu tidak akan merasa seperti sedang bekerja. Kedengarannya indah, bukan? Namun, kenyataannya tidak semudah itu. Tidak semua passion bisa diandalkan sebagai sumber penghasilan yang stabil.
Penelitian dari Journal of Business Venturing mengungkapkan, passion memang bisa menjadi bahan bakar motivasi yang dahsyat. Akan tetapi, tanpa strategi yang matang, passion bisa berakhir sekadar menjadi hobi mahal. Coba tanyakan pada temanmu yang mengejar karier sebagai gamer profesional; mereka pasti paham betul rasanya.
Di sisi lain, realitas menunjukkan bahwa tidak semua orang bisa menjalani karier sesuai passion. Banyak yang harus bertahan di pekerjaan yang mungkin tidak sepenuhnya mereka cintai, namun menjanjikan stabilitas finansial. Bureau of Labor Statistics mencatat, bidang seperti teknologi dan kesehatan termasuk yang paling stabil dan terus mengalami pertumbuhan.
Jadi, mengejar passion itu boleh, asal jangan melupakan realitas. Jangan sampai seperti teman kita yang bercita-cita menjadi musisi, tetapi ujung-ujungnya hanya tampil di acara 17-an. Memang jadi musisi, tetapi jika strateginya hanya sebatas itu, apakah tidak lebih baik mempertimbangkan haluan lain?
B. Mungkinkah Mengawinkan Passion dan Realitas?
Sebelum menyerah pada impian, coba pertimbangkan jalur tengah. Bagaimana jika kamu memulai dari pekerjaan yang lebih realistis, sambil tetap mengembangkan passion di waktu luang?
Steve Jobs pernah berkata, "The only way to do great work is to love what you do." Namun, ia tidak pernah menyuruh kita terjun langsung tanpa perhitungan, bukan? Mulailah dengan pekerjaan yang stabil, lalu pelan-pelan kembangkan passion-mu. Jangan langsung banting setir dan berharap segalanya berjalan mulus, karena hidup tak selalu seindah feed Instagram.
Penelitian dari Journal of Vocational Behavior mendukung pendekatan ini. Mereka yang menggabungkan passion dengan pertimbangan realistis cenderung lebih sukses dan puas dalam jangka panjang. Coba bayangkan, jika kamu suka menggambar, kamu bisa bekerja sebagai desainer grafis sambil terus melukis di waktu senggang. Siapa tahu, suatu saat hobi itu bisa menjelma menjadi karier penuh waktu.