Lihat ke Halaman Asli

Agil Septiyan Habib

TERVERIFIKASI

Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Setelah 100 Hari, Ada yang Menyesal Pilih Jokowi?

Diperbarui: 1 Februari 2020   09:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin | Sumber gambar : www.merdeka.com

Pemerintahan Jokowi -- Ma'ruf sudah melewati periode masa kerja 100 harinya. Publik pun ramai-ramai menyampaikan penilaiannya atas kinerja pemerintah selama kurun waktu tersebut. Semua kementerian di kabinet Indonesia Maju-pun tak lepas dari sorotan perihal capaian kinerja mereka tiga bulan terakhir ini. 

Bagaimanapun juga kinerja pemerintahan Presiden Jokowi tidak bisa dilepaskan dari kinerja para anggota kabinetnya. Semakin baik kinerja tim kabinet, maka semakin baik juga penilaian atas kinerja presiden. Meski tidak bisa dipungkiri bahwa presiden memegang tampuk tanggung jawab yang lebih besar dari itu. 

Sebagai contoh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak secara langsung menjadi bagian dari tim kabinet Jokowi. Hanya saja kualitas kinerja tim KPK sedikit banyak juga merepresentasikan kinerja presiden secara kseluruhan. Salah satu hal yang paling disorot selama periode 100 hari pertama pemerintahan jilid dua Presiden Jokowi adalah terkait pelemahan KPK pasca diberlakukannya UU KPK baru hasil revisi. 

Hal ini tampak mengemuka setelah terjadinya Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap komisioner KPU Wahyu Setiawan yang sekaligus menyeret keterlibatan kader partai berkuasa, Harun Masiku. Efek lanjutan dari kasus ini adalah dualisme yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang "nyambi" sebagai tim hukum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam upaya perlawanan terhadap KPK.

Langkah yang ditempuh oleh Yasonna Laoly pun mendapatkan penilaian buruk dari publik. Tidak mengherankan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang dikomandoiNYA termasuk sebagai salah satu kementerian yang dinilai buruk oleh masyarakat berdasarkan hasil jajak pendapat News Research Center (NRC) Media Group. 

Bahkan analis politik dan Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, memberikan rapor merah pada poin Hak Asasi Manusia (HAM), demokrasi, dan penegakan hukum di 100 hari pemerintahan Presiden Jokowi ini. 

Tidak bisa dipungkiri hingga sejauh ini kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu memang sebatas menjadi perhatian sesaat kala masa kampanye tiba. Setelah itu menguap entah kemana. Sehingga tidak mengherankan ketika tudingan pemerintah tidak serius menuntaskan kasus HAM masa lalu disematkan.

Selain Kemenkumham yang dipenuhi pesimisme publik, Kementerian Agama (Kemenag) juga mendapatkan penilaian serupa. Bahkan Meneteri Agama (Menag) Fachrul Razi pada awal masa tugasnya sudah cukup membikin kontroversi publik seiring pernyataannya yang melarang pemakaian hijab dan niqab. 

Menag yang ditugaskan presiden untuk memerangi radikalisme malah justru mengeluarkan sikap yang rentan memancing tindakan radikal. Padahal Kementerian Agama (Kemenag) seringkali disebut-sebut sebagai salah satu kementerian yang paling korup. 

Hal ini terlihat dari rekam jejak ditangkapnya beberapa menteri agama terdahulu oleh KPK. Publik bahkan masih ingat betul OTT Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mana vonis pengadilannya baru dijatuhkan beberapa hari lalu terkait kasus suap didalam Kemenag. Dalam hal ini menteri agama sebelum Fachrul Razi, Lukman Hakim Saifuddin ditengarai juga turut terlibat. Meskipun sejauh ini masih belum ada keputusan resmi terkait hal itu.

Melihat kondisi ini tidak mengherankan kalau publik memberikan penilaian negatif terhadap Kemenag karena ketidakfokusan mereka dalam menuntaskan masalah ditubuh kementeriannya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline