Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Setelah 100 Hari, Ada yang Menyesal Pilih Jokowi?

1 Februari 2020   08:55 Diperbarui: 1 Februari 2020   09:00 1243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin | Sumber gambar : www.merdeka.com

Diluar dua kementerian tersebut, hasil survei NRC Media Group juga menyebutkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementerian Ketenagakerjaan sebagai kementerian dengan respon terburuk dari publik selama periode 100 hari pemerintahan Jokowi -- Ma'ruf. 

Kementerian KKP yang dikomandoi Edhy Prabowo mencoba "melawan" kebijakan meneteri sebelumnya, Susi Pudjiastuti, untuk membuka kran ekspor benih lobster. Sedangkan Kementerian Ketenagakerjaan masih dianggap kurang memperhatikan nasib buruh dan juga para pencari kerja.

Diluar performa kementerian di tubuh kabinet Indonesia Maju, 100 hari Jokowi -- Ma'ruf juga dinilai buruk oleh sebab kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang naik hingga 100%. Belum lagi wacana penghilangan subsidi gas elpiji 3 kilogram. Semua itu membuat penilaian kinerja Jokowi -- Ma'ruf jeblok pada 100 hari pertamanya. 

Kondisi ini "diperparah" oleh minimnya peran sosok Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin dalam menunjang tugas presiden. Biarpun begitu masih ada "prestasi" yang cukup menggemberikan bagi sebagian kalangan, yaitu terkait penghapusan Ujian Nasional (UN) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta upaya gigih menjaga kedaulatan Natuna oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). 

Meski dalam survei NRC Media Group juga disampaikan bahwa pemindahan ibukota dan kebijakan perampingan eselon disebut memberikan optimisme tinggi pada publik, akan tetapi dalam beberapa hal pemindahan ibukota disebut tak ubahnya upaya menambah pekerjaan yang tidak perlu. Perampingan eselon juga beberapa kali disinggung sebagai upaya semu mengingat "penggemukan" pada posisi lain seperti posisi wakil menteri (wamen).

100 hari memang bukan representasi lima tahun masa kerja presiden berikut jajarannya. Akan tetapi masyarakat juga memerlukan sebuah kesan awal yang baik dari pemerintahnya. Apakah cukup ada sesuatu yang berharga dilakukan pemerintah dalam 100 hari itu sehingga memperkuat kepercayaan publik bahwa pemerintahnya akan mampu berbuat sesuatu untuk mereka. 

Tentunya 100 hari juga bukan menjadi akhir dari sorotan masyarakat kepada orang-orang yang megemban tugas kenegaraan. Pasca 100 hari ini, masih ada waktu kurang lebih 4 tahun  9 bulan lagi untuk menuntaskan semua janji kampanye yang dulu pernah diutarakan. Tetapi harus diingat, bahwa pemerintah mesti menunjukkan perkembangan positif dari waktu ke waktu dalam masa tugas mereka menyejahterakan rakyat Indonesia.

Barangkali ada cukup banyak kekurangan meski ada beberapa capaian positif dalam 100 hari pemerintahan Jokowi -- Ma'ruf. Selepas memperhatikan itu semua, sejauh ini adakah yang merasa salah pilih terhadap sosok Jokowi -- Ma'ruf? Adakah yang menyesal terhadap keputusannya memberikan keercayaan terhadap mereka minimal berdasarkan penilaian selama 100 hari ini?

Salam hangat,

Agil S Habib

Refferensi :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun