Lihat ke Halaman Asli

Agil Septiyan Habib

TERVERIFIKASI

Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Efek Lanjutan "Blacklist" Sawit Indonesia di Uni Eropa, Pertamina-Italia Batal Kerja Sama

Diperbarui: 30 Januari 2020   12:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia -- Uni Eropa | Sumber gambar: ekbis.sindonews.com

Beberapa waktu lalu pemerintah bersikukuh untuk menghentikan pasokan ekspor nikel ke negara lain, termasuk ke negara-negara di Uni Eropa. Sesuatu yang kala itu ditengarai sebagai bentuk perlawanan Indonesia atas pelarangan produk sawitnya untuk memasuki tanah eropa. 

Publik pun lama tidak mendengar pemberitaan terkait "perang dagang" Indonesia -- Uni Eropa karena tenggelam oleh isu-isu lain seperti kasus kedaulatan Natuna, konflik Amerika Serikat -- Iran, hingga yang terbaru wabah virus Corona. Namun belakangan muncul pemberitaan terkait gagalnya jalinan kerja sama yang dirajut oleh Pertamina dengan salah satu perusahaan di negara anggota Uni Eropa, Italia. 

Jalinan kerjasama antara Pertamina dengan ENI dimaksudkan untuk pengembangan kilang hijau (green refinery). Tapi apadaya kerja sama tersebut disemprit oleh otoritas pemerintah Italia karena memakai minyak sawit mentah atau CPO Indonesia. Sebagaimana diketahui, CPO asal Indonesia oleh Uni Eropa dinilai tidak memenuhi standar ramah lingkungan.

Padahal rencana kerja sama ini memiliki keuntungan besar khususnya bagi Pertamina dalam rangka meningkatkan produksi green diesel untuk kebutuhan dalam negeri. 

Green diesel memiliki peranan yang sangat penting bagi Indonesia yaitu untuk menghemat konsumsi solar serta minyak bumi dimana sebagian diantaranya dipenuhi melalui impor. Dengan mengoptimalkan peran minyak sawit dan mengolahnya menjadi biofuel hal itu ditengarai bisa menghemat anggaran hingga Rp 25 triliun per tahun. Tentunya ini adalah sesuatu yang sangat berharga.

Guna meningkatkan kapasitas produksi biofuel atau green diesel ini pemerintah atau dalam hal ini Pertamina memerlukan adanya jalinan kerjasama yang mampu mendukung upaya mereka untuk memproduksi biofuel berkualitas. 

Hal ini sebenarnya juga menjadi bagian dari visi Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok selaku Komisaris Utama (Komut) Pertamina yang diberi mandat untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor minyak dari luar. 

Dengan adanya pelarangan dari pemerintah Italia ini, bukan tidak mungkin hal itu akan semakin membuat Indonesia antipati terhadap Uni Eropa. Karena sebenarnya kerja sama yang coba dijalin Pertamina dengan ENI tersebut sayogyanya didedikasikan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri Indonesia sendiri. Bahan baku dari Indonesia, dan hasil pengolahan pun juga untuk Indonesia. Akan tetapi kebijakan Uni Eropa membuyarkan semuanya.

Untuk saat ini, agar rencana produksi biofuel tidak terganggu maka pihak Pertamina mengalihkan kerjasamanya kepada pihak UOP. Sebuah perusahaan asal Amerika Serikat yang begerak dalam produksi green diesel berhan baku CPO. 

Akan tetapi di sini yang menjadi fokus persoalan sebenarnya bukan terkait produksi biofuel itu, melainkan terkait perkembangan jalinan dagang antara Indonesia dengan negara-negara di Uni Eropa. 

Mereka sudah melakukan protes karena kebijakan penghentian ekspor nikel kita. Sedangkan untuk upaya kita menjalin kerjasama yang sebenarnya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan negeri sendiri saja justru dipersulit. Apkah ini bukan pertanda bahwa Uni Eropa tengah mengajak "konfrontasi" dengan Indonesia?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline