Lihat ke Halaman Asli

Agil Septiyan Habib

TERVERIFIKASI

Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Kepemimpinan Tanpa Amarah

Diperbarui: 3 Oktober 2021   15:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi emosi. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Keseharian kita tidak pernah luput dari interaksi dengan orang lain. Seorang anak dengan orang tuanya, pekerja dengan atasannya, pengusaha dengan konsumennya, sesama rekan sejawat, dan lain sebagainya. 

Setiap interaksi yang terjadi tidak menutup kemungkinan adanya perbedaan pendapat, salah persepsi, miskomunikasi, atau ketidakpuasan terhadap suatu kondisi dari satu pihak ke pihak lainnya. 

Hal ini seringkali menjadi pemicu naiknya emosi dari masing-masing pribadi terkait rasa tidak puas dan juga kecewa. Kondisi ini pada akhirnya memunculkan kemarahan dari satu pihak ke pihak lain. 

Orang tua memarahi anaknya, atasan memarahi bawahannya, dan seterusnya. Kemarahan merupakan wujud dari ego pribadi yang memiliki suatu keinginan tapi keinginan tersebut mengalami kendala dalam proses pencapaiannya. 

Seperti halnya seorang atasan yang marah karena instruksi yang dia berikan kepada anggota tim ternyata tidak berjalan sebagaimana seharusnya, atau orang tua yang memarahi anaknya karena sang anak melakukan sedikit "pembangkangan". Dalam buku Emotional Intellegent, Daniel Goleman menyebutkan bahwa kemarahan adalah bentuk pembajakan emosi. 

Dengan kata lain kita kehilangan kendali terhadap emosi kita. Ada sebuah sistem diotak kita yang mengambil alih kendali dalam waktu sangat cepat sehingga sejenak kita seperti "kehilangan" diri kita sendiri. 

Kita baru menyadari beberapa waktu setelahnya dan biasanya ada sedikit rasa sesal ketika kemarahan itu diluapkan kepada orang lain.

Sumber gambar : tuturma.ma

Setiap orang bisa marah. Inilah sifat dasar kita sebagai manusia yang memiliki ego dan mengharapkan segalanya berjalan baik sebagaimana yang kita inginkan. 

Namun apakah kita pernah mempertanyakan lebih jauh perihal efek yang ditimbulkan dari kemarahan yang kita luapkan kepada orang lain itu? Beberapa kali saya mendengar sebuah pernyataan dari orang-orang sekitar bahwa seorang pemimpin itu harus bisa marah. 

Baca juga: Ekspresi Kemarahan Tanpa Amarah

Benarkah demikian? Apakah benar bahwa kita harus marah untuk memberikan efek jera terhadap kesalahan yang dilakukan oleh orang lain, oleh rekan kita, oleh kerabat kita, oleh anggota tim kita?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline