Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Kepemimpinan Tanpa Amarah

17 Januari 2019   08:57 Diperbarui: 3 Oktober 2021   15:29 1391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi emosi. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Nabi Muhammad SAW, tokoh utama panutan umat Islam memberikan nasihat yang begitu luar biasa terkait hal ini. Jangan marah. Nasihat ini beliau ulang sampai tiga kali kepada salah seorang sahabat yang meminta nasihat kepada beliau. Artinya apa? 

Kemarahan itu harus diredam. Amarah itu sebaiknya ditahan. Dale Carnagie dalam bukunya How to Win Friends & Influence People menyimpulkan bahwa tidak ada kemarahan yang memberikan dampak positif terhadap jalinan komunikasi antar pribadi atau membuat seseorang yang menjadi objek kemarahan lebih loyal dan antusias dalam memberikan energi positifnya.

Apa yang kita rasakan sebagai pribadi tatkala menjadi pelampiasan kemarahan orang lain? Senangkah kita? Tidak. Bahagiakah kita? Tidak. Sepakatkah kita dengan kemarahan itu ditimpakan pada diri kita? 

Dale Carnagie menyebutkan bahwa hanya satu kali saja kita menyetujui kritik dari 100 kali kritik yang dilemparkan kepada kita. Setiap orang memiliki kecenderungan defensif untuk melindungi dirinya. Ini naluriah. 

Sehingga efek dari kemarahan tidak akan memberikan kontribusi signifikan dalam mencapai kemajuan. Impact-nya minimalis, energi positifnya sangat kecil. Kemarahan hanya akan menghasilkan emosi negatif. 

Menurut Daniel Goleman dalam buku Focus, emosi negatif adalah motivator yang buruk. Sehingga dapat dikatakan bahwa kemarahan adalah bentuk motivasi yang buruk dari seseorang kepada orang lain, entah itu orang tua kepada anaknya ataupun atasan kepada bawahannya.

Memimpin itu artinya mengendalikan. Mengendalikan tidak hanya orang lain, tetapi juga mengendalikan dirinya sendiri. Dalam artian di sini bahwa seorang pemimpin haruslah memiliki kendali diri yang baik. Kendali atas emosinya. 

Kendali atas amarah yang bisa kapan saja hadir. Kendali diri adalah bentuk keterampilan yang bisa dilatih. Hal ini sudah saya utarakan dalam tulisan artikel kompasiana saya yang lain. 

Kendali diri bukan bakat bawaan, tapi lebih kepada kemampuan yang bisa terus diasah dari waktu ke waktu. Terkait dengan bagaimana menjaga amarah, beberapa hal yang bisa kita lakukan adalah:

1. Memberikan sugesti yang meredam amarah pada diri. Misalnya, "Sabar, sabar, sabar!", "Jangan emosi.", atau bagi kita yang beragama Islam bisa mengucapkan kalimat, "Aku berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk.", dan mengucap istighfar juga bisa menjadi cara yang ampuh untuk memberikan sugesti menenangkan pada diri sendiri.

2. Diam (tidak berbicara). Hal ini perlu dilakukan agar kita tidak mengucapkan kata-kata yang menyakitkan hati orang lain, atau menciptakan perasaan tidak nyaman kepada lawan bicara kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun