Lihat ke Halaman Asli

Afriantoni Al Falembani

Dosen dan Aktivis

Senam Jokowi Vs Paskibraka, Simbol Kebangkitan Kaum Proletar

Diperbarui: 31 Maret 2018   08:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Afriantoni

(Refleksi menjelang kemerdekaan tahun 2017)

Paskibraka (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka) selalu hadir setiap tanggal 17 bulan Agustus. Tanggal ini adalah hari Kemerdekaan bangsa Indonesia. Pasukan ini mengibarkan duplikasi Bendera Merah Putih sebagai simbol bangsa Indonesia. Saya berpikir bahwa apa yang dilakukan terkesan "simbolis" dan semangat generasi mengibarkan bendera terkesan "elit".

Mereka yang berasal dari kalangan proletar menyatakan perhatian negara hanya pada serimonial semata-mata, tidak berpikir pada pemerataan kondisi fisik dan wilayah anak bangsa.  Kalau pun ada keberpihakan sistematik telah terjalin selama ini. Karena itu, anggota Paskibraka merupakan orang-orang pilihan. Padahal bukan itu jika kita ingin memaknai lebih dalam permasalahan upacara ini.

Kemerdekaan adalah bentuk usaha pemerintah dalam melakukan perbaikan dan pemerataan ekonomi, pendidikan, sosial, hukum, dan keamanan. Saya berpikir, bisakah pelaksanaan pengibaran bendera apa adanya, tidak mesti mereka yang memiliki perawakan dan penampilan "kece" atau "guenteng". Karena mereka dari Papua akan protes jika harus mengandalkan "tampang".

Sulit dipercaya semua militerisasi pasukan pengibar bendara menjadi sorotan karena penampilan dan kecatikannya. Padahal, mereka berasal dari dusun-dusun dan daerah terpencil juga berharap bisa menjadi pengibar bendera karena "cinta tanah air" bukan karena "kece" atau "guenteng".

Anggota Paskibraka selalu pilihan dan digembleng sedemikian rupa. Mereka selama 14 hari Pendidikan dan Pelatihan Calon Paskibraka Nasional Tahun 2017 dengan formasi tertentu. Mereka semua masih dalam kelihatan muda, disiplin atau apa. Padahal hakekat kemerdekaan ini buka semata-mata milik mereka anggota paskibraka seperti ini.

Saya terbayang kepada mereka yang mengalami disabilitas. Apakah mereka bisa mengibarkan bendara?. Layakkah mereka?. Padahala, mereka sanggup "membanggakan" RI dengan memenangkan pertandingan olah raga level dunia. Nyatanya, mereka diklaim tidak sanggup untuk mengibarkan bendera dengan alasan kriteria fisik dan aturan buatan. Bagi mereka menjadi pengibar bendera semua hanya mimpi.

Bisakah pengibaran bendara dilakukan dengan sederhana sesederhana sosok Presiden Joko Widodo. Faktanya yang sering terjadi. Saya juga bertanya mengapa sosok presiden Joko Widodo dapat menjadi presiden.

Padahal dia tidak ganteng dan fisik yang mantap. Bahkan gerakan senamnya beberapa hari lalu justru menjadi "tertawaan" dan viral di media sosial. Jadi ini sebuah renungan untuk bangsa bersama untuk sebuah pemerataan, maka setiap orang akan memiliki hak terutama menjadi anggota paskibraka. Saya pernah berpikir pusaka bendara dikibarkan oleh mereka. (*)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline