Lihat ke Halaman Asli

Afif Sholahudin

Murid dan Guru Kehidupan

Output dari Bisnis Islami

Diperbarui: 20 Desember 2016   07:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis Islami | sumber gambar: aktual.com

Oleh: Muhamad Afif Sholahudin

Segala sesuatu di sekitar kehidupan kita tidak bisa lepas dari aktivitas bisnis. Sekalipun kita bekerja untuk seseorang tidak lain dengan maksud untuk berbisnis. Maka peran penting bisnis dalam kehidupan memegang hampir seluruh sendi-sendi kehidupan, tinggal kitanya ingin berbisnis dengan aman atau tidak. Sebab, standar keamanan seorang muslim adalah sesuai dengan syariat islam.

Seorang muslim dituntut untuk “bekerja” mencari nafkah dari rezeki yang telah Allah turunkan. “Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya…” (QS Al Mulk: 15). Seorang muslim dianjurkan memenuhi kebutuhan hidup dari usahanya sendiri. Sebagaimana sabda Rasul, “Tidaklah seseorang diantara kamu makan suatu makanan lebih baik daripada memakan dari hasil keringatnya sendiri” (HR Baihaqi).

Di samping anjuran untuk mencari rezeki, Islam sangat menekankan (mewajibkan) aspek kehalalannya, baik dari perolehannya maupun penggunaannya. Sebagaimana salah satu firman-Nya, “…Dan janganlah kalian berbuat israf (menafkahkan harta di jalan kemaksiatan). Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat israf.” (QS Al An’am: 141).

Artinya, berbisnis dalam islam merupakan aktivitas yang tidak dibatasi jumlah kepemilikan hartanya, begitupun profitnya, damun dibatasi dalam hal perolehan dan pengelolaannya.

Orientasi Syariah sebagai Kendali Bisnis Islami

Dalam ketentuan syariat, bisnis bertujuan untuk mencapai empat hal utama; (1) target hasil: profit-materi dan benefit non-materi, (2) pertumbuhan, artinya terus meningkat, (3) keberlangsungan, dalam kurun waktu selama mungkin, dan (4) keberkahan atau keridhaan Allah (Yusanto, 2003:18).

Profit, tidak hanya menghasilkan nilai materi (qimah madiyah) sebanyak banyaknya, namun juga benefit non-materi yang dihasilkan. Sebab dalam islam nilai terbagi menjadi empat: qimah madiyah (nilai materi), qimah insaniyah (nilai kemanusiaan), qimah khuluqiyah (nilai akhlak), dan qimah ruhiyah (nilai ketakwaan). Seluruhnya harus terpenuhi dan didasari atas ketakwaan kepada Allah.

Pertumbuhan, karena seiring terpenuhinya profit yang diharapkan maka terus diupayakan pertumbuhan atau kenaikan terus menerus dari profit yang didapatkan. Upaya pertumbuhan ini tentunya tidak keluar dari koridor syariat.

Keberlangsungan, sebab belum sempurna jika berhenti pada pencapaian target hasil dan pertumbuhan, maka harus dijaga keberlangsungannya dalam kurun waktu yang cukup lama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline