Lihat ke Halaman Asli

Brader Yefta

TERVERIFIKASI

Menulis untuk berbagi

Jadi Atlet, di Balik Prestasi Ada "Harga" yang Dibayar

Diperbarui: 5 Agustus 2021   13:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: https://www.kompas.com/

Berjuanglah dalam sepi...biarlah nanti suksesmu yang teriak

Saya ngga pernah jadi atlet, cuman punya sejumlah teman yang atlet. 

Saya juga ngga pernah ikutan kompetisi olahraga tingkat propinsi atau level nasional, tapi bersyukur kenal dekat dengan sejumlah mantan olahragawan. Dari mereka -mereka inilah, tau sedikit banyak seperti apa rasaya menjadi atlet. 

Seorang olahragawan mengalami suka dan duka. Kadang menang kadang kala. Bak dua sisi yang saling melengkapi dan menjadi pilihan manakala memantapkan hati sebagai atlet. 

Bermula dari dikenalkan, lalu suka dan menikmati. Kemudian mengenali bakat dan mengembangkan potensi. Bisa jadi pilihannya sejak usia muda, bahkan mungkin sedari masih kanak-kanak.  

Tulisan ini hanya rangkuman berdasarkan pengamatan dan kisah mantan atlet , pengalaman pribadi dalam keluarga besar, tetangga sebelah rumah,hingga sejumlah para sahabat dalam generasi (dekade) yang sama. Mereka -mereka ini mungkin cukup dikenal pada masa dan eranya. 

Mari mulai dari ngga enaknya dulu kalo kepengen jadi atlet 

1. Cedera karena bertanding atau latihan, dan mesti dirawat lama di rumah sakit. 

Di dekade 90 an ketika masih kecil, saya pernah diajak orang tua membezuk salah seorang pesepakbola dari salah satu klub yang cukup terkenal di Indonesia. Kakinya patah dan digibs, dari paha atas hingga tungkai bawah. Tak bisa berjalan, hanya tidur di bed. 

Pesepakbola ini dulunya seorang atlet daerah. Dia sepupu dengan almarhum ibu. Saya memanggilnya Om Herman (nama samaran). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline