Ketika berkunjung ke Museum Peradaban Mesir di al-Fustat, Kairo, ada satu patung yang menarik perhatian saya. Itu adalah patungnya Firaun Akhenaten.
Saya melihat, tour guide kami yang bernama Asma menjelaskan tentang patung tersebut dengan antusias. Saya pun mendekat dan mendengarnya dengan seksama sambil memotret.
Akhenaten adalah Firaun Mesir kuno dari Dinasti ke-18 yang berkuasa pada sekitar tahun 1353 sampai dengan 1336 Sebelum Masehi (SM).
Akhenaten lahir dengan nama Amenhotep, anak dari Firaun Amenhotep III dan Permaisuri Tiye. Setelah ayahnya wafat, dia naik tahta dengan nama Amenhotep IV. Akhenaten menikahi Nefertiti yang kemudian menjadi Permaisuri Agung.
Firaun Akhenaten adalah firaun paling kontroversial dalam sejarah Mesir Kuno.
Setelah Akhenaten berkuasa sekitar empat tahun, dia memutuskan untuk meninggalkan agama dan keyakinan politeisme tradisional Mesir Kuno dan memperkenalkan ajaran monoteisme.
Berbeda dengan agama yang diyakini oleh firaun-firaun sebelumnya yang menyembah banyak dewa, seperti Dewa Amun, Dewa Ra, Dewa Horus, Dewa Isis, Dewa Osiris, dan seterusnya, agama barunya ini hanya mengakui dan menyembah satu tuhan atau dewa, yaitu Aten.
Setelah memperkenalkan Aten, dia juga mengganti namanya dari Amenhotep IV menjadi Akhenaten, yang artinya "Bermanfaat bagi Aten."
Setelah Akhenaten memperkenalkan ajaran Atenisme, dia memindahkan ibukota negara dari Thebes ke ibukota baru yang dia bangun dan diberi nama Akhetaten, yang artinya cakrawala Aten.
Patung-patung Akhenaten juga tidak lazim atau berbeda dengan firaun-firaun sebelum dan sesudahnya yang selalu digambarkan sebagai sosok yang gagah dan atletis.