Lihat ke Halaman Asli

Fenomena Ekosistem Pesisir di Teluk Manado

Diperbarui: 11 Oktober 2017   12:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menurut Badan Pusat Statistik Nasional, Indonesia memiliki sekitar 17.508 pulau, baik besar maupun kecil, dan garis pantai sepanjang 95.181 km karena hal ini pula Indonesia disebut sebagai negara kepulauan. Dengan geografis yang demikian, menurut Kembuan (2012) Indonesia dikenal sebagai salah satu negara mega-biodiversitydengan tingkat kandungan keanekaragaman hayati yang tinggi terutama di pesisir dan laut, bahkan negara yang memiliki garis pantai terpanjang ke-dua di dunia setelah negara Kanada. 

Dari potensi yang dimiliki ini, maka tidak mengherankan banyak kota-kota di Indonesia yang terletak  pesisir dapat berkembang secara pesat. Salah satu kota yang terletak di pesisir tersebut adalah Manado. Menurut Gunawan (2001), provinsi Sulawesi Utara khususnya Kota Manado merupakan wilayah yang potensial serta menempati posisi geografis yang strategis, yang terdiri atas semenanjung dan kepulauan dengan garis pantai sepanjang 1985 Km dan luas lautan sebelas kali dari luas daratan. Kembali menurut Gunawan (2001), potensi sumber daya pesisir dan laut yang besar merupakan tumpuan pembangunan bagi provinsi di ujung utara pulau Sulawesi ini dengan Manado sebagai ibukotanya.

Menurut Suprihayono (2007) didalam jurnal Irmayanti (2008) wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut dengan batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. 

Apabila definisi kawasan pesisir menurut undang-undang no 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Teluk Manado yang berada di Kota Manado merupakan salah satu wilayah pesisir yang menjadi tumpuan utama dari kota tersebut. Menurut Bappeda Kota Manado wilayah pesisir Teluk Manado memiliki panjang kurang lebih 18000 m dengan kedalaman pesisir antara 0-5 meter sampai dengan 2000 meter garis batas pertemuan pesisir dasar lereng benua. Teluk Manado merupakan pusat kegiatan bagi para nelayan serta aktifitas yang berbau ke lautan lainnya. Di teluk ini juga ada pelabuhan yang dibuat khusus  sebagai jalur keluar masuk menuju ke Pulau Bunaken. Teluk Manado bukanlah jalan satu-satunya yang dapat digunakan untuk menuju ke destinasi wisata lain seperti pulau Bunaken, akan tetapi teluk manado merupakan tempat persinggahan favorit untuk menuju kesana.

Ekosistem pesisir yang mendominasi wilayah ini berupa terumbu karang dan hutan mangrove. Di sepanjang pesisir Teluk Manado ini terdapat terumbu karang khususnya di Kecamatan Malayang, Pondol dan Molas hingga Kecamatan Tongkaina. Akan tetapi sangat di sayangkan, potensi terumbu karang ini masih belum di kembangkan secara maksimal. Begitupula dengan nasib hutan mangrovenya Walaupun memiliki hutan mangrove serta terumbu karang sebagai sumberdaya alami, eksistensi dari sumberdaya tersebut masih sangat kurang. Eksistensi wisata dari Teluk Manado masih sangat jauh apabila di bandingkan dengan Pulau Bunaken yang juga ada di Kota Manado.

Kurangnya pengembangan potensi ekosistem pada Teluk Manado sebenarnya tidak lepas dari prioritas pembangunan pemerintah Kota Manado itu sendiri. Akibat penigkatan populasi penduduk dan adanya pemusatan kegiatan ekonomi pada wilayah pesisir Teluk Manado, menyebabkan tekanan ekologis terhadap ekosistem dan sumber daya di wilayah pesisir tersebut. Tekanan ekologis yang timbul, berbanding lurus dengan pembangunan pada kota tersebut. Keadaan yang memprihatinkan adalah kerusakan lingkungan pesisir dan lautan justru disebabkan oleh pembangunan yang selama ini penerapannya belum sesuai dengan prinsip pembangunan yang berkelanjutan.  Menurut Gunawan (2001), besarnya tekanan penduduk dengan sosial ekonominya, serta besarnya tuntutan Pemerintah Daerah untuk memperoleh sumber dana bagi peningkatan pembangunan,telah memberikan dampak yang kurang menguntungkan bagi keberlanjutan lingkungan hidup dan sumber daya alam pesisir yang menjadi modal pembangunan untuk masa depan.

Keadaan ini juga diperparah dengan adanya perubahan iklim yang terjadi secara global di seluruh dunia. Dikutip dari website berita nasional Kota Manado, dalam mencari solusi atas permasalahan mengenai ekosistem pesisir ini, pemerintah Kota Manado mengadakan beberapa kegiatan yang bersifat nasional dan internasional dalam kurun waktu 3-4 hari yang disebut World Ocean Confrence(WOC). Kota Manado sebagai tuan rumah dari konfrensi tersebut, mengangkat permasalahan pembangunan yang berdampak terhadap lingkungan pesisir serta kelautan sebagai topik utamanya. Lalu adapula kegiatan Asean Regional Forum Disaster Relief Exercise yang mengangkat masalah penanggulangan bencana yang  dapat ditimbulkan dari degradasi wilayah pesisir ini. 

Kegiatan-kegiatan tersebut diadakan sebagai bentuk sikap tanggung jawab dan kepedulian pemerintah terhadap masalah ekosistem yang ada kepada masyarakat di Sulawesi Utara khususnya di Kota Manado. Menurut Roy Maramis anggota DPRD Kota Manado di kutip dari berita online Kota Manado, beliau mengatakan bahwa walaupun kegiatan tersebut telah sukses terlaksana tetapi banyak pula tanggapan miring dari kalangan masyarakat awam maupun ilmuwan dikarenakan adanya kegiatan reklamasi yang tetap berjalan dan tentunya memberikan dampak negatif terhadap ekosistem pesisir dan masyarakat sekitar. 

Menurut Kembuan (2012) keadaan pemerintah sekarang yang tetap melakukan reklamasi di titik tertentu pada wilayah pesisir Teluk Manado membuat masyarakat memiliki paradigma negatif terhadap pemerintah. Kembali dikutip dari berita online nasional, pemerintah mengatakan bahwa reklamasi yang dilakukan bertujuan untuk demi kepentingan umum dan bersama. Reklamasi diperlukan untuk membangun fasilitas umum seperti pada proyek Jalan Boulevard. Akan tetapi tetap saja reklamasi dengan orientasi  pembangunan ini menghambat bahkan mematikan kegiatan nelayan tradisonal yang ada di sekitaran Teluk Manado.

Ada banyak kelompok nelayan yang pasrah dan mengalah terhadap kebijakan pemerintah tentang reklamasi di pesisir Teluk Manado tersebut. Menurut Andre Barahamin (2016) mengatakan bahwa reklamasi dilakukan secara bertahap, kampung-kampung nelayan yang berada tepat di depan pantai diberikan arahan dengan iming-iming soal peningkatan kesejahteraan ekonomi. Dijanjikan garansi akan ketersediaan lapangan pekerjaan baru di luar dari profesi yang sudah di wariskan bergenerasi sebagai nelayan, serta bagaimana kota mereka akan lebih maju, lebih baik dan lebih modern apabila mereka mau berkerja sama. 

Namun sayangnya tidak ada yang tahu pasti kapan realisasi dari janji-janji tersebut. Nelayan-nelayan lain yang kalah bersaing dengan bisnis-bisnis yang ada sekitaran wilayah pesisir tersebut akhirnya terkpaksa ikut berganti profesi. Banyak nelayan yang sekarang menjadi pekerja serabutan, tukang parkir ataupun berkerja di pabrik insustri yang ada disana (Barahamin,2016). Sekarang eksploitasi wilayah pessisir seperti reklamasi juga masih terus berlanjut di sekitar wilayah Teluk Manado. Tentunya ini merupakan situasi sulit bagi pemerintah, melihat urgenitas dari peningkatan kesejahteraan masyarakatnya hanya bisa dilakukan melalui pembangunan infrastruktur namun disisi lain juga merusak ekosistem pesisir yang juga berdampak terhadap kelompok masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada ekosistem tersebut. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline