Lihat ke Halaman Asli

PKS Antara Dua Pilihan

Diperbarui: 27 April 2024   14:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah Nasdem dan PKB menyatakan akan berkoalisi dengan Pemerintahan Prabowo - Gibran. Lantas bagaimana dengan PKS yang sampai saat ini belum nampak bertemu dengan Prabowo - Gibran. Akankah mereka tertinggal dan tidak di ajak untuk bergabung atau justru PKS menjauh dari pasangan terpilih presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo-Gibran? 

Berdasarkan keterangan dari Sekjend DPP PKS Habib Aboe Bakar Al Habsy jadwal bertemuan Prabowo tinggal menunggu waktu. Jika PKS memilih untuk berkoalisi, lantas bagaimana nasib gerakan perubahan yang digaungkan selama kampanye? 

PKS Berkoalisi

Prabowo di dua pemilu sebelumnya yaitu 2014 dan 2019 sudah merasakan bagaimana setia nya PKS berjuang bersamanya. Seharusnya wajar jika Prabowo menawarkan kesepakatan kerjasama untuk bergabung dengan koalisi pemerintahannya selama 5 tahun kedepan. Sebagai balas budi karena telah pernah bekerjasama dengan nya. Akan tetapi, apakah PKS mau berkoalisi dengan pemerintahan Prabowo yang notabene wakilnya adalah putra sulungnya Jokowi. Sama-sama diketahui PKS dan Jokowi selalu bersebrangan arah politik selama ini.

Jika PKS memilih berkoalisi dengan pemerintahan Prabowo-Gibran. Maka, kalimat PKS beroposisi dengan rakyat akan menjadi hilang. Diketahui selepas Pilpres 2019 PKS memilih untuk tidak bergabung dengan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf dikarenakan lebih setia dengan pendukungnya yang bertolak belakang dengan presiden-wakil presiden terpilih. Langkah tepat PKS memilih berada di luar pemerintahan mendulang simpati rakyat, hal ini dapat dilihat dengan suara PKS meningkat di Pemilu tahun ini. Akan tetapi, peningkatan suara tersebut tidak menjadikan PKS berada di partai papan atas dan tetap di posisi atau urutan yang sama dengan pemilu 2019.

PKS Oposisi

Posisi partai yang siap beroposisi dengan pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo-Gibran selain PKS adalah PDI Perjuangan. Jika langkah PKS tetap beroposisi dengan Prabowo. Maka, PKS harus siap berunding atau bekerjasama di meja oposisi dengan PDI Perjuangan. Dikancah politik Nasional PDI Perjuangan dan PKS belum ada sejarah berkoalisi sepanjang partai tersebut berdiri. Sebab utamanya adalah basis anggota dan pemikiran kedua partai ini saling bertolak belakang. Dibeberapa tempat Pilkada PKS dan PDI Perjuangan memang ada berkoalisi. Namun, hanya di daerah-daerah yang bukan menjadi sorotan perpolitikan nasional.

Jika tetap memilih untuk beroposisi tanpa satu rumah oposisi dengan PDI Perjuangan. Maka, makna kata oposisi yang di gaungkan akan terasa hambar dan kurang memiliki power yang jelas. Apalagi dengan berjalannya masing-masing. Maka, yang akan di untungkan adalah pemerintahan yang berkuasa, mereka akan leluasa menjalankan kuasa tanpa kritik yang berkekuatan kuat dari pihak oposisi.


Lantas harus pilih yang mana?

Dua pilihan yang berat untuk diputuskan dalam waktu yang singkat. PKS harus berdiri di kaki sendiri atau berkoalisi dengan pemerintahan pemenang pemilu memilih plus dan minus tersendiri. Jika ditanyakan ke penulis. Maka, penulis akan memilih berkoalisi dengan pemerintahan pemenang pemilu, tentunya dengan beberapa alasan yang menguntungkan bagi PKS.

Pertama, PKS akan mendapatkan kuasa di pemerintahan. Walaupun gaung PKS berpolitik bukan karena haus kuasa. Akan tetapi, masukannya orang-orang PKS dalam kancah politik tujuannya adalah untuk mencari kuasa. Dengan tujuan-tujuan yang telah digariskan partainya. Akan lebih menguntungkan jika PKS ikut dengan koalisi pemerintahan sehingga tujuan-tujuan yang digariskan partai akan lebih mudah di eksekusi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline