Lihat ke Halaman Asli

AD. Agung

Tukang ketik yang gemar menggambar

Pilkada Terpidana: Anak Dipangku Keponakan Dibimbing

Diperbarui: 1 Maret 2017   20:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pilkada Terpidana - AdApixel

 “Anak dipangku kamanakan dibimbing, urang kampuang dipatenggangkan, tenggang nagari jan binaso.” –sebuah peribahasa lama masyarakat Minangkabau ini kiranya tepat menggambarkan konsep keadilan yang tak membeda-bedakan siapapun di mata hukum. Bahwa butir-butir aturan yang tidak sesuai dengan hati nurani tidak layak untuk dimunculkan apalagi dijalankan, karena hanya akan menimbulkan perpecahan di masyarakat.

Rasa keadilan masyarakat terganggu manakala hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR bersama Kemendagri, KPU, dan Bawaslu, menghasilkan rekomendasi revisi atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pencalonan Kepala Daerah yang mengijinkan keikutsertaan terpidana hukuman percobaan dalam Pilkada.

Jika tidak terpikir bahwa hukum telah sengaja dipelintir, maka dapat dilihat bahwa Komisi II DPR telah mendangkalkan pikiran dalam menerjemahkan hukum. Komisi berasumsi bahwa dalam pidana percobaan, hanya karna si terpidana tidak menjalani hukumannya di dalam penjara, tidak termasuk sebagai sebuah hukuman.

Hingga berlanjutlah asumsi tersebut dengan pemikiran, karena ‘tidak ditahan’ dan putusannya belum inkracht(berkekuatan hukum tetap), maka terpidana hukuman percobaan tidaklah termasuk ke dalam kategori terpidana sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) UU No.10/2016 tentang Pilkada, yang mengatur persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon yang maju dalam Pilkada.

Pasal 7 ayat (2) huruf g, berbunyi:
tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.”

Asumsi komisi tersebut tentu saja tidak benar, sebab vonis percobaan adalah inkracht jika pihak berperkara tidak melakukan upaya perlawanan hukum, seperti permohonan banding atau kasasi. Inkracht tidak ditentukan oleh selesainya masa hukuman, juga tidak didasari dengan ditahan atau tidaknya si terpidana dalam menjalani hukuman.

Siapa bermain mata?

Peraturan KPU dibuat oleh KPU setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah dalam forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang keputusannya bersifat mengikat. Demikian hal ini diatur dalam Pasal 9 huruf a UU Pilkada.

Pada awalnya KPU berkeras tidak memberikan kesempatan bagi terpidana hukuman percobaan untuk maju sebagai calon dalam Pilkada. Namun kemudian dengan memakai klausul “keputusan RDP bersifat mengikat” pada Pasal 9, akhirnya menerima rekomendasi DPR tersebut.

Ada apa gerangan, mengapa akhirnya KPU melunak? Sedangkan KPU semestinya konsisten menolak usulan DPR. Jika KPU menolak, sesungguhnya tidaklah melanggar ketentuan Pasal 9 sebagaimana dalih yang diutarakan KPU. Hasil RDP memang mengikat, namun yang mengikat adalah hasil atau kesimpulan rapatnya. Sedangkan usulan yang muncul dalam forum tersebut tidaklah otomatis mengikat untuk harus disetujui atau dilaksanakan.

Dengan rumusan tersebut, KPU tetap dapat menolak usulan DPR. Sehingga sangatlah mungkin kesimpulan forum semestinya adalah menolak usulan Komisi II DPR yang mengharapkan terpidana hukuman percobaan dapat menjadi calon dalam Pilkada. Peraturan KPU dapat langsung dilaksanakan tanpa revisi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline