Lihat ke Halaman Asli

Achmad Saifullah Syahid

TERVERIFIKASI

Penulis

Bukan Membuat Gaduh, Jurnalisme Itu Memberi Makna

Diperbarui: 15 Agustus 2019   10:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: kompas.com

Tugas media adalah mencari kebenaran, bukan mengklaim benar. Pada praktiknya, prinsip boleh keras, namun caranya boleh halus mengingat ada etika yang dijaga. (Rikad Bagun, Wakil Pemimpin Umum Kompas)

Pernyataan di atas disampaikan Bagun, mewakili Jacob Oetama, pendiri harian Kompas, pada acara pemberian Penghargaan Achmad Bakrie XVII.

Yang menarik, Bagun juga mengungkapkan, tidak semua kebenaran bisa diungkap karena ada pertimbangan etika, namun semua yang ditulis oleh wartawan harus berlandaskan kebenaran.

Pernyataan Bagun beririsan dengan yang pernah disampaikan Cak Nun. "Kebenaran itu letaknya di dapur," tutur Cak Nun pada acara Maiyahan. Tidak setiap kebenaran boleh diungkapkan. Ia harus menghitung dampak maslahat dan mudlaratnya.

Ketika berjumpa dengan orang yang kakinya pincang, Anda tidak lantas menyapanya, "Apa kabar, Pincang?" Kaki yang pincang memang sebuah "kebenaran". Namun, fakta itu jangan lantas diungkapkan demi menyampaikan kejujuran. Dampak mudlaratnya lebih besar. Minimal, ia akan tersinggung.

"Kebenaran" itu cukup disimpan di "dapur" kesadaran. Selebihnya, Anda menyapanya dengan panggilan yang ramah dan ngajeni.

Ternyata, apa yang disampaikan Bagun dan Cak Nun tidak sesederhana simulasi kebenaran "kaki pincang". Kita tengah hidup di tengah atmosfer komunikasi media sosial yang telanjang. Orang tidak kenal lagi aurat.

Aurat yang dimaksud bukan hanya anggota badan yang wajib ditutupi. Privasi pribadi merupakan bagian dari aurat kemanusiaan.  

Kini, aurat yang seharusnya ditutupi dan tidak pantas diumbar jadi santapan publik. Semakin ditutupi orang makin penasaran ingin mengintipnya.
 
Tak kalah penting, aurat yang perlu dijaga adalah ketika ia bersentuhan dengan martabat kemanusiaan seseorang, yakni harga diri, penjagaan hak milik dan nyawa.

Harga diri seseorang bisa terkait dengan jalan keimanan dan keyakinan yang dipilihnya. Ia terletak di dapur. Apapun keimanan dan keyakinan seseorang, output sosialnya harus bermanfaat bagi kemanusiaan.

Nasihat klasik: ketika engkau akan menolong seseorang tidak perlu bertanya apa agamanya--merupakan kebijaksanaan menjalani hidup bebrayan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline